Kamis, 26 Maret 2009

Pandangan Islam Terhadap Teotri Etika Lingkungan Pada Kasus Kerusakan Hutan

Oleh: Heri Darmadi

Pengertian Hutan, Fungsi dan Klasifikasinya
Secara etimologis, hutan menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, W.J.S Poerwadarminta, berarti kumpulan rapat pepohonan dan berbagai tumbuhan lainnya dalam suatu wilayah tertentu. Hutan adalah habitat bermacam spesies tumbuhan, spesies hewan, beberapa kelompok etnik manusia, yang berinteraksi satu sama lain, sekaligus dengan lingkungan sekitarnya.
Berdasarkan letak geografisnya, hutan bumi terbagi dalam tiga kelompok besar: hutan tropis, hutan subtropis (temperate), dan hutan boreal. Secara garis besar hutan mempunyai empat fungsi utama yaitu; hutan sebagai payung dunia, hutan sebagai paru-paru bumi, hutan sebagai resapan air, dan hutan sebagai sarana pemenuhan kebutuhan primer.
Fungsi hutan sebagai payung dunia ialah bahwasanya kerapatan jarak antar pohon dan ketinggian pepohonan di hutan dapat berfungsi sebagai penutup permukaan tanah yang gembur dan subur. Dedaunan pohon di hutan dapat di fungsikan sebagai penahan derasnya hujan secara langsung sehingga permukaan tanah tidak terkena aliran hujan secara langsung sehingga kesuburan tanah tetap terjaga. Apabila tanah terkena aliran hujan secara langsung maka bagian tanah yang bersifa gembur akan terkikis (terjadi erosi) sehingga lama-kelamaan akan menimbulkan tanah longsor.
Sebagai paru-paru bumi hutan memproses karbon dioksida yang merupakan residu dari kegiatan manusia menjadi zat-zat yang tidak membahayakan manusia. Kemampuan hutan hujan dalam menyerap karbondioksida, membuat suhu dan iklim di bumi selalu seimbang. Seandainya fungsi hutan sebagai 'paru-paru-nya dunia' itu terganggu, suhu dan iklim di bumi akan selalu bergerak ke titik ekstrem : kadang temperaturnya terlalu rendah, kadang temperaturnya bisa terlalu tinggi.
Fungsi hutan sebagai resapan air, bahwasanya hutan dengan perakaranya yang rapat berfungsi sebagai penahan tanah dan juga aliran air. Keadaan tanah di hutan yang gembur dan berpori mempermudah proses air untuk meresap. Namun demikian fungsi hutan ini pada waktu sekarang masih sering terabaiakan. Sehingga pada waktu musim pernghujan banyak daerah terendam banjir namun pada waktu musim kemarau justru terjadi kekeringan.
Hutan kaya akan berbagai tumbuhan, hewan dan kekayaan alam yang lainya. Ketika seseorang butuh pangan, mereka bisa mencari di hutan, ketika butuh obat-obatan, di hutanpun juga tersedia, begitu pula dengan kebutuhan kebutuhan hidup yang lain. Kekayaan dari hutan ini sesungguhnya apabila digunakan secara bijak, sesungguhnya masih sangat mecukupi kebutuhan manusia. Namun sayangnya saat ini manusia hanya mengeksploitasi hutan untuk kepentingan ekonomi semata tanpa memperhatikan kelestariaanya dan skala kebutuhanya.

Kerusakan Hutan
Kerusakan hutan yang terjadi dewasa ini sudah sampai pada tahap yang serius dan mengancam eksistensi planet bumi di mana manusia, hewan dan tumbuhan bertempat tinggal dan melanjutkan kehidupannya. Manusia modern saat ini sedang melakukan pemusnahan secara perlahan akan tetapi pasti terhadap eksistensi hutan yang menopang kehidupannya. Masalah ini tentunya akan menimbulkan berbagai permasalahan-permasalahan baru yang lebih kompleks.
Maraknya praktik Illegall Logging/penebangan hutan yang dilakukan secara liar. merupakan salah satu penyebab terbesar dari kasus-kasus kerusakan hutan yang terjadi. Data yang diperoleh Departemen Kehutanan tahun 2006, luas hutan yang rusak dan tidak dapat berfungsi optimal telah mencapai 59,6 juta hektar dari 120,35 juta hektar kawasan hutan di Indonesia, dengan laju deforestasi dalam lima tahun terakhir mencapai 2,83 juta hektar per tahun. Sementara penelitian Greenpeace mencatat tingkat kerusakan hutan di Indonesia mencapai angka 3,8 juta hektar pertahun, yang sebagian besar disebabkan oleh aktivitas illegal logging atau penebangan liar (Kabar Indonesia, 16 Maret 2009).
Berbagai kasus kerusakan hutan yang menimpa Indonesia tadi masih diperparah dengan kebrobrokan produk perundang-undangan yang dibuat oleh para pengusa pembuat undang-undang. Misalnya saja diterbitkanya PP No 2/2008 yang seperti telah diketahui bahwa pemerintah telah mengeluarkan PP tersebut guna memberikan izin kepada 14 perusahaan tambang untuk melakukan pembukaan hutan lindung dan hutan produksi dengan tarif sewa Rp 120 untuk hutan produksi dan Rp 300 per meter per segi pertahun (WALHI, 2008). Apabila kita lihat secara langsung terbitnya UU tersebut tentunya tidak memihak peda pelestarian lingkungan tetapi justru memihak kepada para pemilik modal yang mengelola hutan untuk memperoleh keuntungan.. Apabila kita tinjau kembali kasus-kasus kerusakan hutan yang terjadi di Indonesia pada dasarnya disebabkan oleh 3 faktor utama yaitu kepentingan ekonomi, penegakan hukum yang lemah, dan mentalitas manusia (Manurung, 2007)
Dalam mengelola hutan kepentingan ekonomi kelihatannya masih lebih dominan daripada memikirkan kepentingan kelestarian ekologi. Akibatnya agenda yang berdimensi jangka panjang yaitu kelestarian ekologi menjadi terabaikan. Proses ini berjalan linear dengan akselerasi perekonomian global dan pasar bebas. Pasar bebas pada umumnya mendorong setiap negara mencari komposisi sumberdaya yang paling optimal dan suatu spesialisasi produk ekspor. Negara yang kapabilitas teknologinya rendah seperti Indonesia cenderung akan membasiskan industrinya pada bidang yang padat yaitu sumber daya alam. Hal ini ditambah dengan adanya pemahaman bahwa mengeksploitasi sumber daya alam termasuk hutan adalah cara yang paling mudah dan murah untuk mendapatkan devisa ekspor. Industrialisasi di Indonesia yang belum mencapai taraf kematangan juga telah membuat tidak mungkin ditinggalkannya industri padat seperti itu. Kemudian beban hutang luar negeri yang berat juga telah ikut membuat Indonesia terpaksa mengeksploitasi sumber daya alamnya dengan berlebihan untuk dapat membayar hutang negara. Inilah yang membuat ekspor non- migas Indonesia masih didominasi dan bertumpu pada produk-produk yang padat seperti hasil-hasil sumber daya alam. Ekspor kayu, bahan tambang dan eksplorasi hasil hutan lainnya terjadi dalam kerangka seperti ini. Ironisnya kegiatan-kegiatan ini sering dilakukan dengan cara yang exploitative dan disertai oleh aktivitas-aktivitas illegal yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar atau kecil bahkan masyarakat yang akhirnya memperparah dan mempercepat terjadinya kerusakan hutan.
Penegakan dalam kasus pembalakan hutan di Indonesia pada kenyataanya hukum barulah menjangkau para pelaku di lapangan saja yang notabene mereka hanya orang-orang upahan yang bekerja untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka sehari-harinya. Mereka hanyalah suruhan dan bukan orang yang paling bertanggungjawab. Orang yang menyuruh mereka dan paling bertanggungjawab sering belum disentuh hukum. Mereka biasanya mempunyai modal yang besar dan memiliki jaringan kepada penguasa. Kejahatan seperti ini sering juga melibatkan aparat pemerintahan yang berwenang dan seharusnya menjadi benteng pertahanan untuk menjaga kelestarian hutan seperti polisi kehutanan dan dinas kehutanan. Keadaan ini sering menimbulkan tidak adanya koordinasi yang maksimal baik diantara kepolisian, kejaksaan dan pengadilan sehingga banyak kasus yang tidak dapat diungkap dan penegakan hukum menjadi sangat lemah.
Pemikiran Antroposentis menjadikan manusia sebagai penguasa alam semesta. Seolah-olah hanya dirinya saja yang berhak mengatur bumi beserta isinya termasuk hutan. Bahkan posisi seperti ini sering ditafsirkan memberi lisensi kepada manusia untuk “menguasai” hutan. Karena manusia memposisikan dirinya sebagai pihak yang dominan, maka keputusan dan tindakan yang dilaksanakanpun sering lebih banyak di dominasi untuk kepentingan manusia dan sering hanya memikirkan kepentingan sekarang daripada masa yang akan datang. Akhirnya hutanpun dianggap hanya sebagai sumber penghasilan yang dapat dimanfaatkan dengan sesuka hati. Masyarakat biasa melakukan pembukaan hutan dengan berpindah-pindah dengan alasan akan dijadikan sebagai lahan pertanian. Kalangan pengusaha menjadikan hutan sebagai lahan perkebunan atau penambangan dengan alasan untuk pembangunan serta menampung tenaga kerja yang akan mengurangi jumlah pengangguran. Tetapi semua itu dilaksanakan dengan cara pengelolaan yang exploitative yang akhirnya menimbulkan kerusakan hutan. Dalam struktur birokrasi pemerintahan mentalitas demikian juga seakan-akan telah membuat aparat tidak serius untuk menegakkan hukum dalam mengatasi kerusakan hutan bahkan terlibat di dalamnya.

Dampak Kerusakan Hutan
a.Efek Rumah Kaca (Green house effect).
Meningkatnya penggunaan bahan bakar fosil yang dibarengi dengan pembabatan hutan secara besar-besaran menyebabkan absorbs (penyerapan) gas Co2 hasil dari pembakaran tadi tidakdapat diserap secara maksimal. Laut yang tadinya turut andil dalam menyerap gas ini, kini semakin berkurang daya serapnya. Semakin lama gas CO2 yang berada di atmosfer bumi akan menumpuk. Sebagaimna kita ketahui bahwa gas CO2 mempunyai sifat meneruskan sinar matahari menuju ke bumi tetapi tidak memantulkanya kembali ke bumi gelombang panas yang berasal dari bumi. Sehingga suhu di permukaan bumi meningkat. Jika peristiwa ini terjadi terus menerus maka akan menyebabkan lelehnya es yang ada di kutub bumi sehingga permukaan air laut akan meningkat. Ketika permukaan laut meningkat makan akan banyak kota-kota ataupun pulau dan wilayah pulau menjadi terendam air. Di satu sisi terjadi kebanjiran namun pada daerah dataran tinggi yang tidak terendam air akan menjadi semakin kering karena peningkatan suhu bumi. Selain itu Gas CO2 yang dihasilaka dari pembakaran fosil tadi akan mengikat lapisan ozon (O3) yang menutupi lapisan bumi. Jika ini terjadi maka akan terbentuk lubang ozon di permukaan atmosfer yang menyebabkan sinar-sinar radiasi yang berbahaya dari matahari tidak dapat dibendung dan membahayakan keselamatan penghuni bumi.

b.Kerusakan Lapisan Ozon
Selain itu Gas CO2 yang dihasilaka dari pembakaran fosil tadi akan mengikat lapisan ozon (O3) yang menutupi lapisan bumi. Lapisan Ozon (O3) yang menyelimuti bumi berfungsi menahan radiasi sinar ultraviolet yang berbahaya bagi kehidupan di bumi. Jika ini terjadi maka akan terbentuk lubang ozon di permukaan atmosfer yang menyebabkan sinar-sinar radiasi yang berbahaya dari matahari tidak dapat dibendung dan membahayakan keselamatan penghuni bumi.

c.Kepunahan Species
Hutan di Indonesia dikenal dengan keanekaragaman hayati di dalamnya. Dengan rusaknya hutan sudah pasti keanekaragaman ini tidak lagi dapat dipertahankan bahkan akan mengalami kepunahan.

d.Merugikan Keuangan Negara.
Sebenarnya bila pemerintah mau mengelola hutan dengan lebih baik, jujur dan adil, pendapatan dari sektor kehutanan sangat besar. Tetapi yang terjadi adalah sebaliknya. Misalnya tahun 2003 jumlah produksi kayu bulat yang legal (ada ijinnya) adalah sebesar 12 juta m3/tahun. Padahal kebutuhan konsumsi kayu keseluruhan sebanyak 98 juta m3/tahun. Data ini menunjukkan terdapat kesenjangan antara pasokan dan permintaan kayu bulat sebesar 86 juta m3. Kesenjangan teramat besar ini dipenuhi dari pencurian kayu (illegal loging). Dari praktek tersebut diperkirakan kerugian yang dialami Indonesia mencapai Rp.30 trilyun/tahun. Hal inilah yang menyebabkan pendapatan sektor kehutanan dianggap masih kecil yang akhirnya mempengaruhi pengembangan program pemerintah untuk masyarakat Indonesia (Manurung, 2007).
e.Banjir.
Sebagaimana kita ketahui bahwa hutan berfungsi sebagai penangkap dan penyerap air. Ketika hutan mulai gundul dan terjadi hujan maka air tidak dapat diserap sehingga terjadi luapan air di pemukaan bumi. Jika ini terjadi terus menerus keberadaan air yang berada di bawah permukaan tanah akan semakin habis, sehingga akan tergantikan oleh air laut. Disamping terjadi aliran luapan air (banjir) derasnya aliran air hujan yang berada di permukaan dataran tinggi disertai dengan tidak adanya penahan ermukaan tanah sangat rawan sekali menimbulkan terjadinya tanah longsor.



Etika lingkungan Hidup
Etika secara etimologis berasal dari bahasa Yunani ethos yang berarti “adat istiadat” atau “kebiasaan”. Maksudnya, etika berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik, tata cara hidup yang baik, baik pada diri sendiri atau masyarakat. Kebiasaan hidup yang baik ini dianut dan diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Etika digunakan dalam bentuk kaidah, aturan atau norma secara lisan oleh masyarakat, sehingga dikenal, dipahami dan dilaksanakan masyarakat (mauludin, 2008). Etika lingkungan hidup dipahami sebagai refleksi kritis atas norma-norma dan prinsip atau nilai moral yang selama ini dikenal dalam komunitas manusia untuk diterapkan secara lebih luas dalam komunitas biotis atau komunitas ekologis
Sikap dan perilaku seseorang terhadap sesuatu sangat ditentukan oleh bagaimana pandangan seseorang terhadap sesuatu itu. Hal tersebut berlaku untuk banyak hal, termasuk mengenai hubungan manusia dengan alam lingkungannya. Manusia memiliki pandangan tertentu terhadap alam, di mana pandangan itu telah menjadi landasan bagi tindakan dan perilaku manusia terhadap alam. Pandangan tersebut dibahas dalam tiga teori utama, yang dikenal sebagai Shallow Environmental Ethics, Intermediate Environmental Ethics, dan Deep Environmetal Ethics. Ketiga teori ini dikenal di Indonesia juga sebagai Antroposentisme, Biosentrisme, dan Ekosentrisme.
.
a.Antroposentirme
Berasalkan dari kata antropos = manusia, adalah suatu pandangan yang menempatkan manusia sebagai pusat dari sistem alam semesta. Pandangan ini berisi pemikiran bahwa segala kebijakan yang diambil mengenai lingkungan hidup harus dinilai berdasarkan manusia dan kepentingannya. Karena pusat pemikiran adalah manusia, maka kebijakan terhadap alam harus diarahkan untuk mengabdi pada kepentingan manusia.Alam dilihat hanya sebagai objek, alat dan sarana bagi pemenuhan kebutuhan dan kepentingan manusia. Dengan demikian alam dilihat tidak mempunyai nilai dalam dirinya sendiri. Alam dipandang dan diperlakukan hanya sebagai alat bagi pencapaian tujuan manusia.Dituduh sebagai salah satu penyebab bagi terjadinya krisis lingkungan hidup. Pandangan inilah yang telah menyebabkan manusia berani melakukan tindakan eksploitatif terhadap alam, dengan menguras kekayaan alam demi kepentingannya. Walau banyak kritik dilontarkan terhadap teori antroposentrisme, namun sebenarnya argumen yang ada di dalamnya cukup sebagai landasan yang kuat bagi pengembangan sikap kepedulian terhadap alam. Manusia membutuhkan lingkungan hidup yang baik, maka demi kepentingan hidupnya, manusia memiliki kewajiban memelihara dan melestarikan alam lingkungannya.
Antroposentrisme bersifat instrumentalis, di mana pola hubungan manusia dengan alam hanya terbatas pada relasi instrumental semata. Alam dilihat sebagai alat bagi pemenuhan kebutuhan dan kepentingan manusia. Kalaupun manusia bersifat perduli terhadapa alam, hal itu dilakukan semata-mata demi menjamin kebutuhan dan kepentingan hidup manusia, dan bukan atas pertimbangan bahwa alam mempunyai nilai pada dirinya sendiri. Teori ini jelas bersifat egoistis karena hanya mengutamakan kepentingan manusia. Itulah sebabnya teori ini dianggap sebagai sebuah etika lingkungan yang dangkal dan sempit
Antroposentrisme bersifat teologis karena pertimbangan yang diambil untuk perduli terhadap alam didasarkan pada akibat dari tindakan itu bagi kepentingan manusia. Teori antroposentisme telah telah dituduh sebagai salah satu penyebab bagi terjadinya krisis lingkungan hidup. Pandangan inilah yang telah menyebabkan manusia berani melakukan tindakan eksploitatif terhadap alam, dengan menguras kekayaan alam demi kepentingannya.Walau banyak kritik dilontarkan terhadap teori antroposentrisme, namun sebenarnya argumen yang ada di dalamnya cukup sebagai landasan yang kuat bagi pengembangan sikap kepedulian terhadap alam. Manusia membutuhkan lingkungan hidup yang baik, maka demi kepentingan hidupnya, manusia memiliki kewajiban memelihara dan melestarikan alam lingkungannya
Pemahaman ini terpusat kepada manusia sebagai pemegang seutuhnya alam. Dalam pemikiran ini alam akan mendapatkan perhatian hanya ketika mempunyai fungsi untuk memenuhi kebutuhan manusia. Kepentingan manusia dianggap segalanya tanpa memperhatikan prioritasnya. Alam hanya dipandang sebagai “piranti” pemenuh kebutuhan manusia. Kalaupun manusia melakukan pengelolaan dan penjagaan alam dengan baik, itu semata-mata hanya untuk memenuhi kebutuhannya semata agar terjamin kehidupannya.
Jika kita sejenak mendalami uraian diatas tentunya kita dapat menarik kesimpulan sikap atas alam bagi orang yang menganut teori ini. Yang pertama adalah orang yang peduli akan lingkunganya karena timbul kesadaran bahwa walaupun alam ini hanya untuk manusia namun harus menjaganya juga untuk kelangsungan hidup manusia. Pandangan ini merupakan sikap yang bijakk atas pandanganterhadap alam dari teori antroposentris. Sikap yang kedua adalah mereka yang memanfaatkan alam dengan semau mereka. Mereka berpadangan bahwa hanya manusia yang berhak untuk mengolah alam, apapun yang terjadi/ menimpa linkungan itu tidak ada pertanggungjawabanya karena linkungan (biotic maupun abiotik) tidak pantas diperlakukan secara moral.

b.Biosentrisme
Etika lingkungan Biosentrisme adalah etika lingkungan yang lebih menekankan kehidupan sebagai standar moral, atau dengan kata lain kepentingan untuk hidup yang harus dijadikan standar moral. Sehingga bukan hanya manusia dan binatang saja yang harus dihargai secara moral tetapi juga tumbuhan.
Dalam biosentrisme setiap kehidupan dipandang begitu berarti dan sangat bernilai entah hal itu bermanfaat bagi kehidupan manusia ataupun tidak. Dengan kata lain pemikiran biosentrisme sangat menentang/berlawanan dengan antroposentrisme yang memandang bahwa yang perlu diperlakukan secara moral iru hanya manusia saja. Biosentrisme berpandangan bahwa mahluk hidup bukan hanya manusia saja. Ada banyak hal dan jenis mahluk hidup yang memiliki kehidupan.
Pandangan biosentrisme mendasarkan moralitas pada keluhuran kehidupan, entah pada manusia atau pada mahluk hidupnya. Karena yang menjadi pusat perhatian dan ingin dibela dalam teori ini adalah kehidupan, maka secara moral berlaku prisip bahwa setiap kehidupan dimuka bumi ini mempunyai nilai moral yang sama, sehingga harus dilindungi dan diselamatkan. Oleh karena itu, kehidupan setiap mahluk hidup pantas diperhitungkan secara serius dalam setiap keputusan dan tindakan moral, bahkan lepas dari pertimbangan untung rugi bagi kepentingan manusia. Secara garis besar dalam biosentrisme erdapat beberapa poin penting yang perlu digaris bawahi yaitu:
Memacu dan menjaga pertumbuhan kehidupan
Alam dan isinya mempunyai nilai yang sangat berarti bagi dirinya sendiri. Mereka mempunyai nilai karena mereka hidup, sehingga mereka perlu diperlakukan sevcara moral.
Manusia dipandang bernilai sama dengan makhluk hidup yang ada di bumi ini, hanya saja manusia mempunyai naluri dan pikiran yang berfungsi sebaai pembeda antara subjek moral dan objek moral.
Teori biosentrisme, yang disebut juga intermediate environmental ethic, harus dimengerti dengan baik, khususnya menyangkut kehidupan manusia dan mahluk-mahluk hidup yang lain di bumi ini. Teori ini memberi bobot dan pertimbangan moral yang sama kepada semua mahluk hidup. Disini dituntut bahwa alam dan segala kehidupan yang terkandung didalamnya haruslah masuk dalam pertimbangan dan kepedulian moral. Manusia tidak mengorbankan kehidupan lainnya begitu saja atas dasar pemahaman bahwa alam dan segala isinya tidak bernilai dalam dirinya sendiri.

c.Eksosentrisme
Jika di dalam antroposentrisme lingkungan hidup manusia bukan merupakan hal yang pantas diperlakukan secara moral, kemudian di dalam biosentrisme terjadi perubahan total pandangan bahwa segala kehidupan yag ada di bumi ini adalah objek moral dan pantas diperlakukan secara moral. Sekilas pandang biosentrisme sudah cukup menampung ke hidupoan yang ada di bumi ini. Namun, apabila kita memandang secara luas bahwa ikan hidup karena ada air, dan burung dapat terbang karena ada udara, dan peristiwa lainya maka kita akan tersadar bahwa kita masih melupakan satu hal penting yaitu lingkungan. Kita tidak dapat memisahkan kehidupan kyang ada dengan lingkungan kerena lingkungan merupakan suber kehidupan dan tempat untuk hidup.
Pembaruan pandangan ini kemudian memunculkan teori baru penyerpunaan dari teori biosentris yang disebut dengan ekosentris. Di dalam ekosentris perhatian dari teri ini bukan hanya berpusat pada manusia melainkan pada makhluk hidup seluruhnya dalam kaitan dalam upaya mengatasi persoalan lingkungan hidup. Manusia bukan lagi pusat dari dunia moral.

Pandangan Manusia Terhadap Alam Semesta (lingkungan), Hidup, dan Kehidupan
Didalam kehidupan islam, terdapat satu pokok pilar yang sangat penting yang akan mendasari keimanan seseorang. Jika pilar itu tidak tertanan kokoh makaadakalanya bangunan yang disangganya akan roboh ketika tertimpa angin yang kecil. Begitu pula apabila manusia tidak mempunyai pilar itu maka ia tidak akan mampu menopang kehidupanya, sehingga kehidupanya berjalan tanpa aturan dan pasti akan menyebabkan kehancuran. Namun, bila pilar itu berdiri kokoh maka sesungguhnya pilar itu akan siap menopang dang menyangga bangunan yang didalamnya terdapat kemuliaan dan kebaikan yang menentramkan jiwa baik di dunia maupun di akhirat.
Pandangan tentang alam semesta hidup dan kehidupan ini telah mendasari ideologi-ideologi (mabda’) besar yang ada di dunia ini. Di dalam ideologi sosialis yang mereka memandang segala sesuatu berorientasi kepada tidak adanya sang pencipta (khaliq). Mereka memandang bahwa manusia hidup di duia ini ada dengan sendirinya dan peristiwa kematian adalah suatu titik akhir dari kehidupan. Sehingga dalam penerapanya di dunia mereka cenderung memandang bahwa hidup itu hanya sekali didunia saja sehingga dalam kita hidup kita harus memanfaatkanya untuk kebahagiaan kita semata karena setelah kehidupan di dunia tidak ada lagi kehidupan sehingga tidak ada pertanggungjawaban terhadap hidupnya didunia. Kehidupan dunia mereka anggap sebagai ” kesempatan” untuk menikmati hidup bebas tanpa aturan yang mengikat jelas. Kalaupan ada aturan itu semata-mata demi kebaikan hidup mereka semata, bukan berdasarkan adanya pertangguangjawaban terhadp kehidupanya didunia. Tentunya kita dapat membayangkan jika ideology ini diterpkan secara murni di bumi ini apa yang akan terjadi?
Pandangan kedua adalah pemikiran sekuler yang berorientasi pada ideologi kapitalis. Pemikiran ini awalnya berdasarkan dari konflik antara pihak gereja, negara dan rakyat di eropa. Pada awalnya segala kebijakan dan keputusan, baik itu dalam ilmu pengetahuan, hukum maupun peradilan segalanya ditangani oleh gerja. Semakin lama keputusan-keputusan yang diambil gereja bertentangan dengan golongan-golongan yang ada misalnya para ilmuan, juga ketidakpercayaan rakyat terhadap kepemimpinan gerja menimbulkan pertentangan antara ihak gereja (dalam hal ini sebagai pengampu agama) dan rakyat (sebagai orang yang menjalankan agama), sehingga terjadi kesepakatan antara pihak gereja dengan pihak penganut agama untuk memisahkan antara kehidupan beragama dengan kehidupan dunia yang sekarang lebih akrab kita kenal dengan sekulerisme. Kemudian dalam penerapanya manusia mulai menciptakan produk peraturanya sendiri tanpa kembali memandang dari sudut keagamaanya. Mereka mulai terlena dengan khidupan dunianya tanpa mengingat/menjalankan kewajiban agamanya. Segala kesalahanya di dunia mereka anggap diampuni dengan adanya proses pengakuan dosa.
Dari latar sejarah tentunya kita dapat memandang seperti apa dampak yang timbul dari pemikiran ini. Atas dasar pandangan ini kemudian kaum sekuler berpandangan bahwa ketika hidup di dunia ini adalah “kesempatan” baginya untuk mendapatkankan kebahagiaan yang sebesar-besarnya karena dalam hidup ini tidak aka nada lagi dosa. Dosa akan dengan mudah diampuni seberapabesarpun itu dengan ritual pengakuan dosa. Seperti apapun yang mereka lakukandi kehidupan dunia ini itu adalah hak mereka dan agama tidak mempunyai hak untuk mengaturnya. Untuk mendaptkan kebahagiaanya, karena mereka hidup bersama dengan sesamanya, kemudian timbul persaingan diantara mereka yang tanpa aturan yang jelas sehingga terjadi persaingan yang tidak adil yang kuat menindas yang lemah.segala kebahagiaan dunia mereka ukur dengan tolak ukur materi. Pemikiran ini kemudian mulai merambah ke dalam system perekonomian kemudian mereka menamaknya dengan sistim perekonomian kapitalis.
Sejenak kita kembali mengulas ulang tentang objek pemikiran kapitalis yaitu materi dijadikan tolak ukur kebahagiaan, karena agama hanya berperan dalam kehidupanya sebelum dan setelah di dunia. Karena dalam pandangam kapitalis orang yang kuat adalah penguasa maka dalam pengelolaan hutan dan sumberdaya alam pun mereka menerapkanya. Mereka menambang kekayaan alam tanpa meperhatikan lingkunganya, mereka merambah hutan tanpa melihat dampaknya. Ini semua terjadi karena peraturan juga merupakan produk buatan manusia yang bisa mereka atur, dan juga tidak adanya pertanggungjawaban yang “nyata” terhadap kehidupanya di dunia stelah mati kelak.
Di dalam ajaran Islam pandangan akan alam semesta hidup dan kehidupan saling berkaitan. Sebelum adannya manusia dan isi bumi terlebih dahulu Allah menciptakanyan dahulu sebagaimana firmanya:
               
Maka hendaklah manusia memperhatikan dari Apakah Dia diciptakan? Dia diciptakan dari air yang dipancarkan, yang keluar dari antara tulang sulbi laki-laki dan tulang dada perempuan. (TQS. At-Thariq:5-7)
                        
Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; karena itu janganlah kamu Mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah[30], Padahal kamu mengetahui.(Al-Baqarah:22)

Dari dua dalil tadi dan masih banyak dalail yang lainya menyatakan hubungan keterkaitan antara kehidupan sebelum di dunia dan saat di dunia. Kemudian ketika manusia hidup di duniapun Allah terlah mengaturnya dengan penciptaan pedoman hukum yang sempurna sepanjang masa karena berasal dari sang Khaliq yang menciptakan alam semesta dan isinya sehingga tentunya lebih tau tentang alam dan isinya dibandingkan dengan manusia. Dalm hal ini Allah SWT befirman

                    
bagi tiap-tiap umat telah Kami tetapkan syari'at tertentu yang mereka lakukan, Maka janganlah sekali-kali mereka membantah kamu dalam urusan (syari'at) ini dan serulah kepada (agama) Tuhanmu. Sesungguhnya kamu benar-benar berada pada jalan yang lurus. (Al-Hajj:67)
Kemudian stelah kehidupan di dunia aka nada pertanggungjawaban lagi guna diproses di hari kiamat atau dengan kata lain kehidupan tidak hanya berakhir di dunia saja sebagaimana firman-Nya:
            
dan mereka yang beriman kepada kitab (Al Quran) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-Kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat.(Al-Baqarah:4)



        
Maka Apakah Dia tidak mengetahui apabila dibangkitkan apa yang ada di dalam kubur, (al-‘Adiyaat:9)

        
Hai manusia, Sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh-sungguh menuju Tuhanmu, Maka pasti kamu akan menemui-Nya. (Al Insyiqaaq:6)
Kemudian setelah itu aka nada hari pembalasan
       
dan tidak ada yang mendustakan hari pembalasan itu melainkan Setiap orang yang melampaui batas lagi berdosa, (Al Muthaffifin:12)

Itulah tadi sekilas perbandingan antara tiga pamikiran mendasar dan hubunganya antara alam semesta hidup dan kehidupan. Selanjutnya dalam penanganan masalah hutan Islam juga mempunyai dasar-dasar yang mengatur mengenai masalah ini. Di dalam ajaran islam manusia terikat dengan aturan-aturan yang bersifat mengikat baik di dunia maupun diakhirat, sehingga manusia menjadi lebih bertanggungjawab pada tindakanya terhadap alam, hidup, dan kehidupan. Sebagaimana kita ketahui dalam uraian singkatt diatas bahwa di dalam ajaran islam terdapat peraturan peraturan yang menyangkut hubungan manusia dengan manusia, manusia dengan penciptanya dan manusia dengan lingkungan.
Di dalam islam hutan dipandang sebagai benda kepemilikan umum, bukan kepemilikan individu ataupun pemerintah. hal ini didasarkan pada hadist Abu Dawud, Ahmad, dan Ibnu Majah) yaitu;

Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal : dalam air, padang rumput [gembalaan], dan api."
Dalam konteks pemahaman ini rumput merupakan sekumpulan tumbahan yang hidup pada stu wilayah sehingga dapat dipahami/dikiaskan sebagai hutan, sedangkan api adalah sumber panas yang semakin lama dipahami/dikiaskan sebagai sumber energi, kemudian untuk air meliputi air yang ada di daratan maupun air yang ada dilautan beserta seluruh isinya.
Pertama, untuk benda-benda milik umum yang mudah dimanfaatkan secara langsung, seperti jalan umum, rakyat berhak memanfaatkannya secara langsung. Namun disyaratkan tidak boleh menimbulkan bahaya (dharar) kepada orang lain dan tidak menghalangi hak orang lain untuk turut memanfaatkannya. Kemudian untuk benda-benda milik umum yang tidak mudah dimanfaatkan secara langsung, serta membutuhkan keahlian, sarana, atau dana besar untuk memanfaatkannya, seperti tambang gas, minyak, dan emas, hanya negaralah --sebagai wakil kaum muslimin-- yang berhak untuk mengelolanya
Dalam hal ini pengelolaan hutan yang sedemikian rupa luasnya dan begitu kompleksnya kesulitan perawatan hutan oleh perorangan, maka hutan dalam pengelolaanya menjadi tanggung jawab pemerintah sebagai amanah dari rakyat. Sabda Rasulullah SAW :
"Imam adalah ibarat penggembala dan hanya dialah yang bertanggung jawab terhadap gembalaannya (rakyatnya)." (HR. Muslim)
Dikecualikan dalam hal ini, pemanfaatan hutan yang mudah dilakukan secara langsung oleh individu (misalnya oleh masyarakat sekitar hutan) dalam skala terbatas di bawah pengawasan negara. Misalnya, pengambilan ranting-ranting kayu, atau penebangan pohon dalam skala terbatas, atau pemanfaatan hutan untuk berburu hewan liar, mengambil madu, rotan, buah-buahan, dan air dalam hutan. Semua ini dibolehkan selama tidak menimbulkan bahaya dan tidak menghalangi hak orang lain untuk turut memanfaatkan hutan.
. Segala kebijakandalam hal pengelolaan hutan dalam hal politik dilakukan oleh pemerintah pusat. Naun, dalam hal administrative diserahkan kepada pemerintah setempat. Hal ini didasarkan atas adanya kaidah fiqih : al- ashlu fi al-af'aal al-idariyah al-ibahah (hukum asal aktivitas administrasi/manajerial adalah boleh). Jadi pada dasarnya urusan administrasi itu adalah boleh bagi Khalifah untuk menetapkannya sendiri, dan boleh juga Khalifah mendelegasikannya untuk ditetapkan dan ditangani oleh Wali (Gubernur) di daerah. Kemudian dalam pengelolaan hasil hutan yang dilakukan oleh Negara, segala pendapatanya langsung dimasukkan kedalam Baitul Mal (kas Negara) dari sector kepemilikan umum. Mengenai distribusi hasil hutan, negara tidak terikat dengan satu cara tertentu yang baku. Negara boleh mendistribusikan hasil hutan dalam berbagai cara sepanjang untuk kemaslahatan rakyat dalam bingkai syariah Islam. Kaidah fikih menyebutkan :"Tasharruf al-Imaam ‘alaa al-ra’iyyah manuuthun bi al-maslahah."
(Kebijakan Imam/Khalifah dalam mengatur rakyatnya berpatokan pada asas kemaslahatan)
Dalam pengelolaan hutan juga negar diperbolehkan untuk menetapkan kebijakan-kebijakan tertentu untuk suatu kepentingan yang bersifat khusus. Misalnya, untuk keperluan perang (jihad fil sabilillah) atau untuk kepentingan lainya yang bersifat mrndesak. Ini semua didasarkan pada hadist bahwasanya Rasullulah SAW pernah melakukan kebijakan trhadap padang rumput di dekat kota madinah. Namun, pengelolaan ini boleh dilakukan apabila dalam keadaan yang benar-benar mendesak, tidak boleh untuk pembangunan manupn gaji untuuk para karyawan Negara. Negara juga wajib untuk mengawasi jalanya pengelolaan hutan agar sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku. Kewajiban ini diserahkan kepada Muhtasib (orang yang pekerjaanya mengawasi agar hak-hak pokok masyarakat secara uumum tidak terganggu, termasuk pengerusakan hutan) Muhtasib diperkenankan untuk memberi sangsi langsung kepada mereka yang melanggar peraturan-peraturn yang ada. Hasil daripada hutan kemudian diserahkan kepada kas Negara oleh pengurusnya. Negara wajib mencegah segala bahaya (dharar) atau kerusakan (fasad) pada hutan.
Dalam kaidah fikih dikatakan, "Adh-dlarar yuzal", artinya segala bentuk kemudharatan atau bahaya itu wajib dihilangkan. Nabi SAW bersabda, "Laa dharara wa laa dhiraara." (HR Ahmad & Ibn Majah), artinya tidak boleh membahayakan diri sendiri maupun membahayakan orang lain. Ketentuan pokok ini mempunyai banyak sekali cabang-cabang peraturan teknis yang penting. Antara lain, negara wajib mengadopsi sains dan teknologi yang dapat menjaga kelestarian hutan. Misalnya teknologi TPTI (Tebang Pilih Tanam Indonesia). Negara wajib juga melakukan konservasi hutan, menjaga keanekaragaman hayati, melakukan penelitian kehutanan, dan sebagainya. Terhadap pihak yang merusak hutan Negara brhak untuk memberikan sanksi yang tegas terhadap semua pihak yang merusak hutan. Orang yang melakukan perusakan terhadap hutan dapat dikenai sanksi berupa denda, cambukan ataupun bahkan sampai dengan hukuman mati. Sanksi ii deberikan agar dapat menimbulkan efek jera di masyarakat.
Kesimpulan
Dalam melihat kasus pengelolaan hutan dalam islam dan dibandingkan dengan saat ini, penulis menyoroti bebrapa kesipulan antaralain;
Suatu pandangan etika terhadap alam baik seperti apapun itu bentuknya, akan menjadi baik apabila di emban oleh orang-orang yang baik pula.
Pemahaman islam dalam memahami etika lingkungan (biosentris, antroposentris maupun ekosentria), sesungguhnya lebih sempurna dari apa yang sudah ada. Islam tidaknya menyoroti etika terhadap sesama, sesama makhluk hidup, lingkungan, tetapi kita juga harus beretika terhadap sang pencipta yang justru merupakan landasan dalam bermoral.
Dalam menangani masalah hutan sesungguhnya islam telah mempunyai peraturan yang jelas tetang pengelolaanya, penguruasanya, maupun mengatasi permasalahan-permasalahan yang timbul.namun, hanya saja manusia kurang memahaminya dengan baik, Islam hanya dianggap sebagai agama ritual semata.
Kerusakan hutan yang terjadi di Indonesia dan di tempat lain dengan berbagai efeknya sesungguhnya merupakan salah satu bukti kegagalan ideology dalam mengelola hubungan manusia dengan sekitarnya.










Daftar Pustaka

Al-Jawi, siddiq.2007.Pengelolaan Hutan BerdasarkanSyari’ah. http://agamadanekologi.blogspot.com/2007/03/pengelolaan-hutan-berdasarkan-syariah.html. (online).diakses 17 maret 2009
An-Nabhani, Taqiyuddin. 1990. An-Nizham al-Iqtishadi fi al-Islam (peraturan hidup dalam islam).Bogor:PustakaTariqul Izzah.
Arif, Zainul Usep.2008 Kerusakan Hutan di Indonesia Dalam Perspektif Ekonomi Islam.Kabar Indonesia 1 November 2008
Keraf, A Sony.2002.Etika Biosentrisme, Sebuah Evolusi Moral.KOMPAS Sabtu, 16 Februari 2002
Mauludin, Imam.2006.Lingkungan. http://boybppm.blog.friendster.com.(online).diakses 17 Maret 2009
Manurung, Antony.2007.Kerusakan Hutan di Indonesia. http://forumteologi.com/blog/2007/05/27/kerusakan-hutan-di-indonesia/.(online).diakses 17 Maret 2009
Munthe, Hardi.2007.Hak Asasi Atas Lingkungan Adalah Hak Asasi. http://walhisumut.wordpress.com.(online). diakses 17maret 2009
Mawardi, Muhjidin.2008.Teologi Hubungan Manusia dengan Lingkungan. http://irwanreyes77.blogspot.com/2008/12/teologi-hubungan-manusia-dengan-alam.html (online).diakses 17 Maret 2009
Redaktur Pelaksana Cyber MQ.2008.Relasi Bencana Dan Kerusakan Hutan. http://CyberMQ.com/pustaka.(online).diakses 17 maret 2009
WALHI.2008.Presiden Jual Hutan Lindung seharga PisangGoreng. http://www.walhi.or.id/kampanye/hutan/konversi/080216_htn_lindung_sp/.(online).diakses 17 maret 2008

PENGENDALIAN OLEH WARGA (Citizen Participation)

Dalam tahapan ini masyarakat berfungsi sepenuhnya sebagai pengelola berbagai kegiatan untuk kepentingannya sendiri, yang disepakati bersama, tanpa interferensi dari pihak manapun. Disini pemerintah berfungsi sebgai penyedia fasilitas yang memfasilitasi berjalanya program, sehingga apa yang dibutuhkan masyarakat dan apa yang diinginkan masyarakat terhadap pembangunan kedepan dapat berjalan sesuai dengan keinginan. Pemerintah/golongan penguasa tidak lagi menentukan kebijakan ataupun menguasai kebijakan. Disini semua hal tentang pembangunan mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi dijalankan oleh masyarakat, sehingga masyarakat memiliki kekuasaan yang jelas dan bertanggung jawab sepenuhnya terhadap keberhasilan program. Pada tahapan ini partisipasi dari masyarakat sangat diperlukan guna mencapai kemajuan bersama. Partisipasi adalah proses pemberian peran kepada individu bukan hanya sebagai subyek melainkan sebagai aktor yang menetapkan tujuan, mengendalikan sumber daya dan mengarahkan proses yang mempengaruhi kehidupannya.
Proses partisipasi yang dapat dilakukan oleh masyarakat guna mendukung tercapainya kemajuan pembangunan kedepan antara lain, partisipasi dalam/melalui kontak dengan pihak lain sebagai awal perubahan sosial, partisipasi dalam memperhatikan/menyerap dan memberi tanggapan terhadap informasi, baik dalam arti menerima, menerima dengan syarat, maupun dalam arti menolaknya, partisipasi dalam perencanaan termasuk pengambilan keputusan, partisipasi dalam pelaksanaan operasional, partisipasi dalam menerima, memelihara, dan mengembangkan hasil pembangunan, yaitu keterlibatan masyarakat dalam menilai tingkat pelaksanaan pembangunan. Adapaun nilai yang ingin dicapai dalam proses partisipasi masyarakat guna terwujudnya kontrol/pengendalian oleh masyarakat antara lain:
1.Masyarakat memiliki suara dalam keputusan tentang tindakan yang mempengaruhi kehidupan mereka.
2.Partisipasi masyarakat meliputi jaminan bahwa kontribusi masyarakat akan mempengaruhi keputusan.
3.Proses partisipasi masyarakat mengkomunikasikan dan memenuhi kebutuhan proses semua partisipan.
4.Proses partisipasi masyarakat berupaya dan memfasilitasi keterlibatan mereka yang berpotensi untuk terpengaruh.
5.Proses partisipasi masyarakat melibatkan partisipan dalam mendefinisikan bagaimana mereka berpartisipasi.
6.Proses partisipasi masyarakat mengkomunikasikan kepada partisipan bagaimana input mereka digunakan atau tidak digunakan.
7.Proses partisipasi masyarakat memberi partisipan informasi yang mereka butuhkan dengan cara bermakna.
Guna menunjang tercapainya nilai-nilai yang ingin dicapai seperti yang diuraikan diatas memang dibutuhakan kerjasama yang solid antara individu yang satu dengan yang lainya guna tercapainya suatu pembangunan yang merata, tidak berpihak dan tepat sasaran. Dalam setiap metode pembanguanan tentunya masing masing meiliki keunggulan dan kelemahan yang tersendiri. Proses partisipasi masyarakat dalam pengendalian keputusan pun juga demikian, berikut ini adalah beberapa kelebihan dan kekurangan dari proses pengendalian oleh warga
1.Meningkatkan representasi dari kelompok-kelompok komunitas, khususnya kelompok yang selama ini termarjinalisasikan
2.Membangun perspektif yang beragam yang berasal dari beragam stakeholders
3.Mengakomodir pengetahuan lokal, pengalaman, dan kreatifitas, sehingga memperluas kisaran ketersediaan pilihan alternatif.
4.Membantu terbangunannya transparansi komunikasi dan hubungan-hubungan kekuasaan di antara para stakeholders. Dengan melibatkan stakeholders dan berdiskusi dengan pihak-pihak yang akan menerima atau berpotensi menerima akibat dari suatu kegiatan / proyek, hal itu dapat menghindari ketidakpastian dan kesalahan interpretasi tentang suatu isu / masalah.
5.Kegiatan yang dilakukan akan lebih relevan dengan kepentingan masyarakat lokal dan akan lebih efektif.
6.Hasil yang mungkin untuk diterima oleh seluruh stakeholders.
7.Membangun kapasitas masyarakat dan modal sosial.
Adapun kekurangan daripada proses partisipasi masyarakat dengan pengendalian oleh warga antara lain
1.Proses pengambilkan keputusan dalam partisipasi masyarakat sangat rawan konflik. Karena dalam pelaksanaanya segala proses dilakukan oleh masyarakat, tentunya hal ini menyebabkan rawan sekali terjadi berbagai perbedaan-perbedaan yang memicu munculnya konflik.
2.Pada wilayah-wilayah dimana di dalamnya terdapat ketidakadilan sosial, proses partisipasi akan dilihat sebagai sesuatu yang mewah dan pengeluaran-pengeluaran untuk proses itu tidak dapat dibenarkan ketika berhadapan dengan kemiskinan yang akut.
Contoh Penerapan di Indonesia:
PNPM Mandiri
Di indonesia penerapan kontrol masyarakat mulai diterapkan dalam berbagai kebijakan pembangunan. Salah satu wujud dari pembangunan berbasis masyarkat ini adalah mulai dijalankanya program PNPM mandiri. PNPM pada hakekatnya adalah gerakan nasional dalam wujud pembangunan berbasis masyarakat yang menjadi kerangka kebijakan serta acuan dan pedoman bagi pelaksanaan berbagai program pemberdayaan masyarakat dalam rangka penanggulangan kemiskinan. Penerapan program ini djalankan mulai dari kelompok masyarakat sampai dengan wilayah daerah pemerintahan. Dalam penerapanya PNPM menerapkan prinsip citizen control. Disini masyarakat diberdayakan mulai dari proses perencanaan pembangunan sampai dengan pelaksanaanya semua berada dan berjalan atas usulan dari masyarakat. Pemerintah disini hanya berperan sebagai fasilitator, tidak lagi sebagai pelaksana pemabangunan ataupun sebagai badan perencana pembangunan. Semua proses mulai dari identifikasi masalah, pemilihan solusi alternatif sampaidengan pelaksanaanya semuanya berada pada tangan rakyat.
Pada hakekatnya, PNPM bertujuan sebagai progaram pengentasan kemiskinan masyarakat dengan cara menciptakan lapangan kerja, fasilitas pendidikan, kesehatan serta fasilitas lain yang mengacu pada pertumbuhan ekonomi masyarakat. Selain itu PNPM juga bertujuan meningkatkan partisipasi seluruh masyarakat termasuk masyarakat miskin, kelompok perempuan, dan kelompok lainnya yang selama ini terpinggirkan, menciptakan lapangan kerja, serta perbaikan distribusi masyarakat.

Pendekatan Pemberdayaan Masyarakat
Secara umum manfaat yang akan diperoleh melalui pendekatan pemberdayaan masyarakat adalah penyediaan barang jasa skala kecil, tidak kompleks, dikerjakan melalui kerjasama lokal (common pool, public & civil goods). Kondisi kegagalan pasar akibat pasar yang tidak sempurna dapat diatasi jika program dilaksanakan dengan pendekatan pemberdayaan yaitu dengan tersedianya komplemen aktivitas publik.
Dengan pendekatan pemberdayaan masyarakat maka terjadi keberlanjutan (sustainability) yang relatif lebih tinggi dibandingkan proyek sektoral karena adanya ownership masyarakat. Efisiensi lebih dan efektivitas yang tinggi dirasakan (penghematan 30-40 persen) jika dibandingkan menggunakan kontraktor.
Pemberdayaan masyarakat mendorong terjadi internalisasi pembangunan untuk masyarakat miskin dan marginal penciptaan lapangan kerja. Serta partisipasi penduduk miskin dalam membangun, pembentukan modal sosial, tata-pemerintahan yang baik

Tahapan Kerja PNPM
Untuk melaksanakan program kerja seperti apa yang telah direncanakan PNPM menerapkan strategi pemberdayaan masyarakat seutuhnya mulai dari SDM, SDA, teknologi, sosial, budaya dan ekonomi. Tahapan pelaksanaannya dimulai dari tahap internalisasi, pelembagaan, dan keberlanjutan.
1. Tahap internalisasi
Pada tahapan ini pemerintah berperan sebagi penyedia fasilitas, menyediakan dana, dan menberikan pembelajaran kepada pemda untuk memahami pengelolaan pembangunan perspektif.
2. Tahap pelembagaan
Disini peran pemerintah sebagai fasilitator berfungsi sebagai peningkat kapasitas, disini peranserta masyarakat dan pemda merupakan hubungan mitra yang sejajar dan saling bekerjasama. Setelah progaram ini mulai berjalan dana dari pemerintah yang bersifat sebagai pemicu mulai dikucurkan dan pembangunan mulai dilaksanakan.
3.Tahap keberlanjutan
Setelah rangsangan dari pemerintah mulai dikucurkan dan kelembagaan mulai tercipta, diharapkan masyarakat dapat mulai melanjutkan progaram pemberdayaan secara mandiri. Diharapkan masyarakat mulai mampu untuk menjalin kemitraan dengan berbagai pihak yang berkompeten. Padatahapan ini peran pemda sebagai fasilitator sangat diharapkan guna mencunjang bproses pembangunan yang berkelanjutan.

Minggu, 15 Maret 2009

Meneladani Kepemimpinan Nabi SAW

[Al-Islam 446] Kembali umat Islam berada dalam bulan Rabiul Awwal. Bagi sebagian Muslim, bulan Rabiul Awwal adalah bulan istimewa. Alasannya, karena pada bulan inilah Baginda Rasulullah Muhammad saw. lahir, tepatnya tanggal 12 Rabiul Awwal, lebih dari empat belas abad yang lalu. Karena itulah, sebagian Muslim memandang penting untuk memperingati hari kelahiran (maulid) beliau, tentu bukan semata-mata karena kelahiran beliau sebagai seorang manusia. Sebab, meski Muhammad saw. memiliki keistimewaan nasab dan akhlak terpuji, dari sisi kemanusiaan, beliau sama dengan manusia lainnya. Allah SWT sendiri menyatakan demikian:

]قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ[

Katakanlah, “Sungguh, aku ini manusia biasa seperti kalian...” (QS Fushshilat [41]: 6).

Dalam posisinya sebagai manusia, kelahiran Muhammad saw. pun sama dengan lahirnya kebanyakan manusia lainnya saat itu. Jadi, kalaupun hingga hari ini umat Islam memperingati hari kelahiran beliau setiap tahun, tentu karena posisinya yang sangat istimewa sebagai rasul (pembawa risalah/syariah) Allah SWT. Itulah yang ditegaskan oleh Allah SWT:

]قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ[

Katakanlah, “Sungguh, aku ini manusia biasa seperti kalian. (Hanya saja) aku telah diberi wahyu…” (QS Fushshilat [41]: 6).

Itulah alasan utama sebagian kaum Muslim memperingati Maulid Nabi Muhammad saw. Sikap ini muncul dari rasa cinta (mahabbah) yang mendalam terhadap beliau dalam posisinya sebagai pengemban wahyu/risalah, yang tidak lain merupakan syariah-Nya untuk diberlakuan atas umat beliau.

Mengagungkan atau Mengerdilkan?

Allah SWT berfirman:

]وَإِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ[

Sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berada di atas khuluq yang agung (QS al-Qalam [68]: 4).

Imam Jalalain dalam kitab tafsirnya menafsirkan kata khuluq dalam ayat di atas dengan dîn (agama). Imam Ibn Katsir—seraya mengutip Ibn Abbas, Mujahid, Abu Malik, As-Sadi dan Rabi bin Anas, Adh-Dhahak dan Ibn Zaid—juga menyatakan bahwa ayat di atas bermakna, “Wa innaka la’alâ dîn[in] ‘azhîm (Sesungguhnya engkau [Muhammad] benar-benar berada di atas agama yang agung),” yakni Islam (Ibn Katsir, Tafsîr Ibn Katsîr, IV/403).

Terkait ayat ini, Ibn Kasir juga menukil sebuah hadis yang dituturkan oleh Muammar dari Qatadah, bahwa Aisyah Ummul Mukminin ra. pernah ditanya tentang akhlak Rasulullah saw. Beliau menjawab, “

Kâna khuluquhû al-Qur’ân (Akhlaknya adalah al-Quran).” (HR Muslim).

Dari penjelasan Ibn Katsir di atas bisa disimpulkan, bahwa keagungan Baginda Nabi Muhammad saw. terletak pada ‘akhlak’-nya, sementara ‘akhlak’ beliau adalah al-Quran itu sendiri. Dengan kata lain, keagungan akhlak Baginda Nabi saw. adalah cerminan dari keagungan al-Quran, karena memang seluruh budi-pekerti/perilaku Rasulullah saw. mencerminkan seluruh isi al-Quran. Dengan demikian, maksud dari takrîm[an] wa ta’zhîm[an] (memuliakan dan mengagungkan) Rasulullah saw. sebagai motif sebagian kaum Muslim dalam memperingati Maulid Nabi saw. sejatinya tidak lain adalah memuliakan dan mengagungkan al-Quran.

Baginda Nabi saw. memiliki akhlak al-Quran karena beliau mengamalkan seluruh isi al-Quran dan menerapkan hukum-hukumnya, baik terkait dengan perkara akidah (keimanan), ibadah (shalat, shaum, zakat, haji, dll), muamalah (sosial, pendidikan, politik, pemerintahan, keamanan, dll) maupun ‘uqûbât (hukum dan peradilan).

Hanya menjadikan al-Quran sekadar sebagai kitab bacaan bukanlah sikap mengagungkan al-Quran. Hanya mengamalkan sebagian kecil isi al-Quran (misalnya hanya dalam perkara akidah, ibadah dan akhlak saja), bukan pula sikap mengagungkan al-Quran. Sikap demikian justru mengkerdilkan keagungan al-Quran, yang berarti mengkerdilan keagungan Nabi Muhammad saw. sebagai representasi al-Quran.

Anehnya, disadari atau tidak, sikap itulah yang selama ini ditunjukkan oleh sebagian besar umat Islam saat ini. Hal itu terjadi seiring dengan Peringatan Maulid Nabi saw. yang setiap tahun dilaksanakan oleh sebagian kaum Muslim. Berbagai ceramah dan tablig yang disampaikan dalam Peringatan Maulid Nabi saw. dari mulai di mushala-mushala kecil di pinggir kampung hingga di istana negara di ibukota hanya berisi pesan-pesan yang justru mengkerdilkan keagungan Baginda Nabi Muhammad saw. dan kebesaran al-Quran yang dibawanya, bukan mengagungkan keduanya. Bagaimana tidak! Yang sering diserukan oleh mereka hanyalah seruan untuk meneladani akhlak Rasulullah saw. secara pribadi, atau paling banter dalam kapasitasnya sebagai pemimpin rumah tangga. Di luar itu—misalnya dalam posisi Baginda Rasulullah saw. sebagai pemimpin negara/kepala pemerintahan yang menerapkan syariah Islam secara total dalam kehidupan masyarakat—jarang sekali diungkap; seolah-olah hal demikian tidak layak untuk diteladani oleh umat Islam.

Dalam setiap Peringatan Maulid Nabi saw. para penguasa Muslim pun hampir pasti selalu menyerukan tentang pentingnya meneladani akhlak Baginda Nabi Muhammad saw. sebagai pribadi. Namun, tak sekalipun mereka menyerukan pentingnya umat Islam, termasuk penguasanya, untuk menerapkan syariah Islam secara total dalam segala aspek kehidupan masyarakat (di bidang pendidikan, ekonomi, politik, pemerintahan, peradilan, keamanan dll). Padahal semua itu telah dipraktikkan dan dicontohkan secara jelas oleh Baginda Rasulullah saw. dalam hampir separuh episode kerasulannya di Madinah al-Munawwarah pasca hijrah. Yang terjadi, para penguasa tetap menjalankan hukum-hukum kufur yang bersumber dari ideologi Kapitalisme, dan sebaliknya tetap enggan menerapkan hukum-hukum Islam. Di sejumlah negeri Islam, para penguasanya bahkan berusaha keras memerangi siapa saja yang berjuang untuk menerapkan syariah Islam secara total dalam negara.

Sikap mereka ini persis seperti sikap Abu Lahab. Dalam riwayat penuturan Urwah bin az-Zubair dari Tsuwaibah, mantan budak Abu Lahab yang kemudian pernah menyusui Muhammad saw. saat bayi, disebutkan bahwa Abu Lahab memerdekakan Tsuwaibah karena gembira atas kelahiran Muhammad saw. (karena Muhammad saw. memang keponakannya, peny.) (Lihat: HR al-Bukhari dan Ibn Hajar al-Asqalani dalam Fath al-Bâri). Namun pada akhirnya, dia menjadi orang yang paling membenci, memusuhi dan selalu menghalang-halangi dakwah Nabi saw. yang berupaya menyebarluaskan risalah Allah sekaligus menegakkan syariah-Nya.

Jika demikian, dimana letak sikap mengagungkan Baginda Nabi saw., sementara yang terjadi adalah pengkerdilan atas keagungan beliau? Dimana pula letak upaya mengagungkan al-Quran, sementara yang sedang dipraktikkan pada dasarnya adalah pengkerdilan atas keagungan al-Quran?

Meneladani Kepemimpinan Nabi saw.

Sebentar lagi, bangsa Indonesia bakal mengikuti Pemilu 2009, yang tidak lain ditujukan untuk memilih para calon pemimpin yang baru, baik yang duduk di pemerintahan (eksekutif) maupun di DPR (legislatif).
Dalam pandangan syariah, memilih pemimpin bagi kaum Muslim termasuk ke dalam kewajiban kolektif (fardhu kifayah). Dalilnya antara lain adalah firman Allah SWT:

]أَطِيعُوا اللهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الأمْرِ مِنْكُمْ[

Taatilah oleh kalian Allah dan Rasul-Nya serta pemimpin di antara kalian (QS an-Nisa’ [4]: 59).

Ayat ini secara tegas memerintahkan kaum Muslim untuk menaati Allah SWT, Rasul-Nya dan pemimpin mereka. Perintah ini sekaligus berarti perintah untuk ‘mengadakan’ sosok orangnya.

Sejumlah hadis juga mengisyarakatkan bahwa kaum Muslim wajib membaiat (memilih dan mengangkat) seorang khalifah, yakni pemimpin bagi kaum Muslim secara umum. Rasul saw., misalnya bersabda:

«وَمَنْ مَاتَ وَلَيْسَ فِي عُنُقِهِ بَيْعَةٌ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً»

Siapa saja yang mati, sementara di pundaknya tidak ada baiat (kepada imam/khalifah), maka dia mati dalam keadaan Jahiliah (HR Muslim).

Hadis ini pun meniscayakan keharusan adanya sosok orang yang harus dibaiat sebagai pemimpin/khalifah.
Ijmak Sahabat semakin menegaskan kewajiban memilih dan mengangkat pemimpin ini. Hal ini dibuktikan oleh sikap para Sahabat yang menunda penguburan jenazah Rasulullah saw. saat wafatnya selama dua malam tiga hari, kemudian mereka lebih mendahulukan upaya memilih dan membaiat khalifah (pengganti) beliau dalam urusan pemerintahan, bukan dalam urusan kerasulan.

Namun demikian, berbicara tentang kepemimpinan seharusnya tidak hanya terbatas pada sosok orangnya, tetapi juga sistem pemerintahan. Semua nash al-Quran dan al-Hadis yang berbicara tentang kepemimpinan senantiasa menyinggung kedua aspek ini, baik secara tersurat maupun tersirat. Baginda Rasulullah saw., misalnya, selain sebagai pengemban risalah, adalah juga seorang kepala Negara Islam (Daulah Islamiyah). Sistem pemerintahan yang beliau jalankan tidak lain adalah sistem pemerintahan Islam yang berdasarkan syariah Islam.

Ijmak Sahabat tentang wajibnya mengangkat sekaligus membaiat khalifah pun tidak terlepas dari kedua aspek ini: sosok pemimpin dan sistem pemerintahan yang dijalankannya. Khulafaur Rasyidin dan para khalifah setelah mereka adalah sosok para pemimpin Kekhilafahan Islam. Khilafah Islam tidak lain adalah sistem pemerintahan yang didasarkan pada syariah Islam, yang dicirikan dengan penerapan syariah Islam itu secara total dalam segala aspek kehidupan masyarakat dan bernegara.

Jika memang demikian model kepemimpinan Baginda Nabi Muhammad saw., maka sudah seharusnya umat Islam saat ini pun mencontohnya, sebagai upaya untuk ‘menyempurnakan’ upaya takrim[an] wa ta’zhim[an] terhadap beliau. Upaya ini sekaligus akan menjadi bukti cinta kita yang sebenar-benarnya kepada Allah SWT, sekaligus bukti bahwa kita benar-benar meneladani Baginda Nabi Muhammad saw.:

]قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ[

Katakanlah, “Jika kalian benar-benar mencintai Allah, ikutilah aku.” (QS Ali Imran [3]: 31).

Lalu mengapa saat ini para penguasa Muslim enggan menerapkan syariah Islam dalam negara sebagai bukti bahwa mereka benar-benar meneladani Rasulullah saw.? Mengapa mereka tidak mau mengatur urusan ekonomi, politik, pemerintahan, sosial, budaya, pendidikan, peradilan dll dengan hukum-hukum Islam? Bukankah semua itu justru pernah dipraktikan oleh Rasulullah saw. selama bertahun-tahun di Madinah dalam kedudukannya sebagai kepala Negara Islam? Mengapa mereka malah tetap menerapkan hukum-hukum kufur produk dari ideologi Kapitalisme dan menentang syariah Islam? Ataukah mereka hendak ‘meneladani’ sikap Abu Lahab yang bergembira menyambut kelahiran Muhammad saw., tetapi pada akhirnya menjadi musuh yang paling sengit terhadap beliau saat beliau menjadi rasul yang berjuang mendakwahkan risalah Allah dan menegakkan syariah-Nya?! Wal ‘Iyâdzu billâh! []

Al-Islam 03/10/2009

Merokok Memang Haram

Merokok Memang Haram
oleh Rizki Wicaksono

Fatwa MUI mengenai larangan merokok telah memantik komentar pro-kontra dari masyarakat luas. Sebelum berdebat
lebih jauh, ada baiknya kita menyimak sedikit alasan dari pihak-pihak yang mendukung fatwa haram itu yang saya
kumpulkan dari berbagai sumber.
Fatwa Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, merokok haram hukumnya berdasarkan makna yang terindikasi dari
zhahir ayat Alquran dan As-Sunah serta i'tibar (logika) yang benar.
Allah berfirman di surat Al-Baqarah ayat 195 yang artinya, "Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri dalam
kebinasaan."

Maknanya, janganlah kamu melakukan sebab yang menjadi kebinasaanmu. Wajhud dilalah (aspek pendalilan) dari ayat
di atas adalah merokok termasuk perbuatan yang mencampakkan diri sendiri ke dalam kebinasaan.

Sedangkan dalil dari As-Sunah adalah hadis shahih dari Rasulullah SAW bahwa beliau melarang menyia-nyiakan harta.
Makna menyia-nyiakan harta adalah mengalokasikannya kepada hal-hal yang tidak bermanfaat. Sebagaimana
dimaklumi bahwa mengalokasikan harta dengan membeli rokok adalah termasuk pengalokasian harta pada hal yang
tidak bermanfaat, bahkan pengalokasian harta kepada hal-hal yang mengandung kemudharatan.

Dalil yang lain, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, "tidak boleh (menimbulkan) bahaya dan tidak boleh pula
membahayakan orang lain." (HR. Ibnu Majah dari kitab Al-Ahkam 2340).

Jadi, menimbulkan bahaya adalah hal yang tidak diberlakukan dalam syari'at, baik bahaya terhadap badan, akal,
ataupun harta. Sebagaimana dimaklumi pula bahwa merokok adalah berbahaya terhadap badan dan harta.

Adapun dalil dari i'tibar yang benar yang menunjukkan keharaman rokok adalah karena dengan perbuatan itu perokok
mencampakkan dirinya ke dalam hal yang menimbukan bahaya, rasa cemas, dan keletihan jiwa. Orang yang berakal
tentu tidak rela hal itu terjadi pada dirinya sendiri.
Para perokok selalu merasa cemas dan tidak tenang bila tidak menghisap zat bernikotin itu. Alangkah berat ia
melakukan puasa dan ibadah-ibadah lainnya karena hal itu akan menghalagi dirinya dari merokok. Bahkan, alangkah
berat dirinya berinteraksi dengan orang-orang saleh karena tidak mungkin mereka membiarkan asap rokok mengepul di
hadapan mereka.

Semua i'tibar itu menunjukkan bahwa merokok hukumnya diharamkan. Karena itu, saya mengajak saudara-saudara
kaum muslimin yang masih didera oleh kebiasaan menghisap rokok agar memohon pertolongan kepada Allah dan
mengikat tekad untuk meninggalkannya. Sebab, di dalam tekad yang tulus disertai dengan memohon pertolongan
kepada Allah, mengharap pahala dari-Nya dan menghindari siksaan-Nya, semua itu adalah amat membantu di dalam
upaya meninggalkan hal tersebut.

Jika ada orang yang berkilah, sesungguhnya kami tidak menemukan nash, baik di dalam kitabullah ataupun sunah
Rasulullah SAW perihal haramnya rokok, maka cobalah simak penjelasan di bawah ini sebagaimana tercantum dalam
Program Nur 'alad Darb, dari Fatwa Syekh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin, dari kitab Fatwa-Fatwa Terkini 2.
Nash-nash Alquran dan sunah terdiri dari dua jenis;
1. Jenis yang dalil-dalilnya bersifat umum seperti Adh-Dhawabith (ketentuan-ketentuan) dan kaidah-kaidah yang
mencakup rincian-rincian yang banyak sekali hingga hari kiamat.

2. Jenis yang dalil-dalilnya memang diarahkan kepada suatu itu sendiri secara langsung. Sebagai contoh untuk jenis
pertama adalah ayat Alquran dan dua hadis yang kami sebutkan di atas yang menunjukkan keharaman merokok secara
umum meskipun tidak diarahkan secara langsung kepadanya. Misalnya, fiman Allah dalam surat Al-Maidah ayat 3 yang
artinya, "Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama
selain Allah."

Jadi, baik nash-nash itu termasuk jenis pertama atau kedua, semua hamba Allah tetap harus mematuhinya, karena dari
sisi pengambilan dalil mengindikasikan hal itu.

Masih ada beberapa ulama lain yang juga mengharamkan merokok.
Syaikh Muhammad bin Ibrahim
Rokok haram karena di dalamnya ada racun. Al-Qur'an menyatakan, "Dihalalkan atas mereka apa-apa yang baik, dan
diharamkan atas mereka apa-apa yang buruk (kotoran)." (al-A'raf: 157). Rasulullah juga melarang setiap yang
memabukkan dan melemahkan, sebagaimana diriwayatkan Imam Ahmad dan Abu Dawud dari Ummu Salamah RA.
Merokok juga termasuk melakukan pemborosan yang tidak bermanfaat. Selanjutnya, rokok dan bau mulut perokok bisa
http://citizennews.suaramerdeka.com Menggunakan Joomla! Generated: 14 March, 2009, 12:41

SUARA WARGA
mengganggu orang lain, termasuk pada jamaah shalat.

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab
Rokok haram karena melemahkan dan memabukkan. Dalil nash tentang benda memabukkan sudah cukup jelas. Hanya
saja, penjelasan tentang mabuk itu sendiri perlu penyesuaian.

Ulama Mesir, Syria, Saudi
Rokok haram alias terlarang, dengan alasan membahayakan. Di antara yang mendukung dalil ini adalah Syaikh Ahmad
as-Sunhawy al-Bahuty al-Anjalaby dan Syaikh Al-Malakiyah Ibrahim al-Qaani dari Mesir, An-Najm al-Gazy al-Amiry as-
Syafi'i dari Syria, dan ulama Mekkah Abdul Malik al-Ashami.

Dr Yusuf Qardhawi
Rokok haram karena membahayakan. Demikian disebut dalam bukunya 'Halal & Haram dalam Islam'. Menurutnya, tidak
boleh seseorang membuat bahaya dan membalas bahaya, sebagaimana sabda Nabi yang diriwayatkan Ahmad dan
Ibnu Majah. Qardhawi menambahkan, selain berbahaya, rokok juga mengajak penikmatnya untuk buang-buang waktu
dan harta. Padahal lebih baik harta itu digunakan untuk yang lebih berguna, atau diinfaqkan bila memang keluarganya
tidak membutuhkan.

Keharaman rokok tidaklah berdasarkan sebuah larangan yang disebutkan secara ekplisit dalam nash Al-Quran Al-
Kariem atau pun As-Sunnah An-Nabawiyah. Keharaman rokok itu disimpulkan oleh para ulama di masa ini setelah
dipastikannya temuan bahwa setiap batang rokok itu mengandung lebih dari 4000 jenis racun berbahaya. Dan karena
racun itu merusak tubuh manusia yang sebenarnya amanat Allah SWT untuk dijaga dan diperlihara, maka merokok itu
termasuk melanggar amanat itu dan merusak larangan.

Namun banyak orang yang menganggap hal itu terlalu mengada-ada, sebab buktinya ada jutaan orang di muka bumi ini
yang setiap hari merokok dan buktinya mereka masih bernafas alias tidak langsung mati seketika itu juga.

Karena itulah kita masih menemukan rokok di sekeliling kita dan ternyata pabrik rokokpun tetap berdiri tegar. Bahkan
mampu memberikan masukan buat pemerintah dengan pajaknya. Sehingga tidak pernah muncul keinginan baik dari
pembuat hukum untuk melarang rokok.

Ini adalah salah satu ciri ketertinggalan informasi dari masyarakat kita. Dan di negeri yang sudah maju informasinya,
merupakan bentuk ketidak-konsekuenan atas fakta ilmu pengetahuan. Dan kedua jenis masyarakat ini memang sama-
sama tidak tahu apa yang terbaik buat mereka. Misalnya di barat yang konon sudah maju informasinya dan ipteknya,
masih saja ada orang yang minum khamar. Meski ada larangan buat pengemudi, anak-anak dan aturan tidak boleh
menjual khamar kepada anak di bawah umur. Tapi paling tidak, sudah ada sedikit kesadaran bahwa khamar itu
berbahaya. Hanya saja antisipasinya masih terlalu seadanya.

Sedangkan dalam hukum Islam, ketika sudah dipastikan bahwa sesuatu itu membahayakan kesehatan, maka
mengkonsumsinya lantas diharamkan. Inilah bentuk ketegasan hukum Islam yang sudah menjadi ciri khas. Maka
khamar itu tetap haram meski hanya seteguk ditelan untuk sebuah malam yang dingin menusuk.

Demikian pula para ulama ketika menyadari keberadan 4000-an racun dalam batang rokok dan mengetahui akitab-
akibat yang diderita para perokok, mereka pun sepakat untuk mengharamkannya. Sayangnya, umat Islam masih saja
menganggap selama tidak ada ayat yang tegas atau hadits yang eksplisit yang mengharamkan rokok, maka mereka
masih menganggap rokok itu halal, atau minimal makruh.

Awalnya belum ada ulama yang mengharamkan rokok, kecuali hanya memakruhkan. Dasar pemakruhannya pun sangat
berbeda dengan dasar pengharamannya di masa sekarang ini.

Dahulu para ulama hanya memandang bahwa orang yang merokok itu mulutnya berbau kurang sedap. Sehingga
mengganggu orang lain dalam pergaulan. Sehingga kurang disukai dan dikatakan hukumnya makruh.

Sebagian kiyai di negeri kita yang punya hobi menyedot asap rokok, kalau ditanyakan tentang hukum rokok, akan
menjawab bahwa rokok itu tidak haram, tetapi hanya makruh saja.

Mengapa mereka memandang demikian? Karena literatur mereka adalah literatur klasik, ditulis beberapa ratus tahun
yang lalu, di mana pengetahuan manusia tentang bahaya nikotin dan zat-zat beracun di dalam sebatang rokok masih
belum nyata terlihat. Tidak ada fakta dan penelitian di masa lalu tentang bahaya sebatang rokok.

Maka hukum rokok hanya sekedar makruh lantaran membuat mulut berbau kurang sedang serta mengganggu
pergaulan.

Penelitian Terbaru
Seandainya para kiyai itu tidak hanya terpaku pada naskah lama dan mengikuti rekan-rekan mereka di berbagai negeri
http://citizennews.suaramerdeka.com Menggunakan Joomla! Generated: 14 March, 2009, 12:41

SUARA WARGA
Islam yang sudah maju, tentu pandangan mereka akan berubah 180 derajat.

Apalagi bila mereka membaca penelitian terbaru tentang 200-an racun yang berbahaya yang terdapat dalam sebatang
rokok, pastilah mereka akan bergidik. Dan pastilah mereka akan setuju bahwa rokok itu memberikan madharat yang
sangat besar, bahkan teramat besar.

Pastilah mereka akan menerima bahwa hukum rokok itu bukan sekedar makruh lantaran mengakibatkan bau mulut, tapi
mereka akan sepakat mengatakan bahwa rokok itu haram, lantaran merupakan benda mematikan yang telah merenggut
jutaan nyawa manusia. Prosentase kematian disebabkan rokok adalah lebih tinggi dibandingkan karena perang dan
kecelakaan lalulintas.

Badan kesehatan dunia WHO menyebutkan bahwa di Amerika, sekitar 346 ribu orang meninggal tiap tahun dikarenakan
rokok. Dan tidak kurang dari 90% dari 660 orang yang terkena penyakit kanker di salah satu rumah sakit Sanghai Cina
adalah disebabkan rokok.

Penelitian juga menyebutkan bahwa 20 batang rokok per hari akan menyebabkan berkurangnya 15% hemoglobin, yakni
zat asasi pembentuk darah merah.

Seandainya para kiyai mengetahui penelitian terakhir bahwa rokok mengandung kurang lebih 4.000 elemen-elemen dan
setidaknya 200 di antaranya dinyatakan berbahaya bagi kesehatan, pastilah pandangan mereka akan berubah.

Racun utama pada rokok adalah tar, nikotin dan karbon monoksida. Tar adalah substansi hidrokarbon yang bersifat
lengket dan menempel pada paru-paru. Nikotin adalah zat adiktif yang mempengaruhi syaraf dan peredaran darah. Zat
ini bersifat karsinogen dan mampu memicu kanker paru-paru yang mematikan. Karbon monoksida adalah zat yang
mengikat hemoglobin dalam darah, membuat darah tidak mampu mengikat oksigen.

Efek racun pada rokok ini membuat pengisap asap rokok mengalami resiko14 kali lebih bersar terkena kanker paru-paru,
mulut, dan tenggorokan dari pada mereka yang tidak menghisapnya.

Penghisap rokok juga punya kemungkinan 4 kali lebh besar untuk terkena kanker esophagus dari mereka yang tidak
menghisapnya.

Penghisap rokok juga beresiko 2 kali lebih besar terkena serangan jantung dari pada mereka yang tidak menghisapnya.

Rokok juga meningkatkan resiko kefatalan bagi penderita pneumonia dan gagal jantung serta tekanan darah tinggi.
Menggunakan rokok dengan kadar nikotin rendah tidak akan membantu, karena untuk mengikuti kebutuhan akan zat
adiktif itu, perokok cenderung menyedot asap rokok secara lebih keras, lebih dalam, dan lebih lama.

Tidak ada satu pun orang yang bisa menyangkal semua fakta di atas, karena merupakan hasil penelitian ilmiah. Bahkan
perusahaan rokok poun mengiyakan hal tersebut, dan menuliskan pada kemasannya kalimat berikut:

MEROKOK DAPAT MENYEBABKAN SERANGAN JANTUNG, IMPOTENSI DAN GANGUGAN KEHAMILAN DAN
JANIN.

Kalau produsen rokok sendiri sudah menyatakan bahaya produknya berbahaya dan mendatangkan penyakit, bagaimana
mungkin konsumen masih mau mengingkarinya?

siapa yang melihat saya