Selasa, 08 Desember 2009

PENENTUAN DAERAH RAWAN GEMPA BUMI DI KABUPATEN SITUBONDO

1. Pengertian
Gempa bumi adalah hasil dari pelepasan energi di kerak bumi yang menciptakan gelombang energi. Gempa bumi direkam dengan Seismometer, juga dikenal sebagai seismograf. Ukuran Magnitude dari gempa bumi dilaporkan secara konvensional, atau yang terkait. Sumber energi yang dilepaskan dapat berasal dari tumbukan lempeng, letusan gunung api, atau longsoran masa batauan/tanah.
Di permukaan bumi, gempa bumi berupa getaran dan kadang-kadang menggusur tanah. Ketika gempa bumi besar dan pusat gempa terletak di lepas pantai atau dasar laut kadang-kadang menimbulkan tsunami. Gempa bumi yang gemetar juga dapat memicu tanah longsor dan kadang-kadang aktivitas gunung berapi.

2. Penyebab gempa bumi
Kebanyakan gempa bumi disebabkan dari pelepasan energi yang dihasilkan oleh tekanan yang dilakukan oleh lempengan yang bergerak. Semakin lama tekanan itu kian membesar dan akhirnya mencapai pada keadaan dimana tekanan tersebut tidak dapat ditahan lagi oleh pinggiran lempengan. Pada saat itulah gempa bumi akan terjadi.
Gempa bumi biasanya terjadi di perbatasan lempengan-lempengan tersebut. Gempa bumi yang paling parah biasanya terjadi di perbatasan lempengan kompresional dan translasional. Gempa bumi fokus dalam kemungkinan besar terjadi karena materi lapisan litosfer yang terjepit kedalam mengalami transisi fase pada kedalaman lebih dari 600 km. Beberapa gempa bumi lain juga dapat terjadi karena pergerakan magma di dalam gunung berapi. Gempa bumi seperti itu dapat menjadi gejala akan terjadinya letusan gunung berapi.


WILAYAH-WILAYAH YANG TERKENA GEMPA

3. Jenis-jenis tipe gempa bumi :
• Gempa bumi vulkanik (Gunung Api)
Gempa bumi ini terjadi akibat adanya aktivitas magma, yang biasa terjadi sebelum gunung api meletus. Apabila keaktifannya semakin tinggi maka akan menyebabkan timbulnya ledakan yang juga akan menimbulkan terjadinya gempabumi. Gempabumi tersebut hanya terasa di sekitar gunung api tersebut.
• Gempa bumi tektonik
Gempabumi ini disebabkan oleh adanya aktivitas tektonik, yaitu pergeseran lempeng lempeng tektonik secara mendadak yang mempunyai kekuatan dari yang sangat kecil hingga yang sangat besar. Gempa bumi ini banyak menimbulkan kerusakan atau bencana alam di bumi, getaran gempa bumi yang kuat mampu menjalar keseluruh bagian bumi disebabkan oleh perlepasan tenaga yang terjadi karena pergeseran lempengan plat tektonik seperti layaknya gelang karet ditarik dan dilepaskan dengan tiba-tiba.
Tenaga yang dihasilkan oleh tekanan antara batuan dikenal sebagai kecacatan tektonik. Teori dari plat tektonik menjelaskan bahwa bumi terdiri dari beberapa lapisan batuan, sebagian besar area dari lapisan kerak itu akan hanyut dan mengapung di lapisan seperti salju. Lapisan tersebut begerak perlahan sehingga berpecah-pecah dan bertabrakan satu sama lainnya. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya gempa tektonik. Contoh gempa tektonik ialah seperti yang terjadi di Yogyakarta, Indonesia pada Sabtu, 27 Mei 2006 lalu.

• Gempa bumi runtuhan
Gempa bumi ini biasanya terjadi pada daerah kapur ataupun pada daerah pertambangan, gempa bumi ini jarang terjadi dan bersifat lokal.
• Gempa bumi buatan
Gempa bumi buatan adalah gempa bumi yang disebabkan oleh aktivitas dari manusia, seperti peledakan dinamit, nuklir atau palu yang dipukulkan ke permukaan bumi.
• Gempa bumi tumbukan
Gempa bumi ini diakibatkan oleh tumbukan meteor atau asteroid yang jatuh ke bumi, jenis gempa bumi ini jarang terjadi.

Penentuan besarnya kekuatan suatu gempa dapat diketahui melalui alat seismograf, yaitu suatu alat pencatat getaran seismik yang sangat peka yang ditempatkan diberbagai lokasi dipermukaan bumi yang diukur dalam satuan skala richter. Di bawah ini rincian penentuan tingkatan kekuatan gempa bumi :
Ukuran Skala Richter Kriteria
< 2 getaran tak terasa tetapi terekam oleh seismograf
2 - 2,9 Getaran hampir terasa oleh sebagian kecil orang
3 – 3,9 Getaran terasa oleh sebagian kecil orang
4 – 4,9 Getaran terasa oleh hampir semua orang
5 – 59 Getaran mulai menimbulkan kerusakan bangunan
6 – 6,9 Getaran menimbulkan kerusakan
7 – 7,9 Gempa skala besar, getaran kuat, menimbulkan kerusakan besar
8 - 9 Gempa dahsyat, getaran sangat kuat dan meluluh lantakkan bangunan


Indonesia terletak pada lempeng Euro Asia yang berbatasan di sebelah selatan dan barat dengan lempeng Ausrtalia. Sedangkan di sebelah barat berbatasan dengan lempeng pasifik. Kondisi menurut letak indonesia ini menyebabkan di Indonesia sering terjadi gempa tektonik.
Kerak bumi sebagai bagian terluar bumi suhunya jelas lebih dingin daripada bagian inti yang panas ditekan sekian juta kubik ton batuan di atasnya. Karena perbedaan temperatur inilah terjadilah aliran konveksi di selubung bumi. Material yang panas naik menuju keluar dan material dingin turun menuju ke dalam. Gerakan massa batuan setengah cair inilah yang diperkirakan membuat kerak bumi yang 'mengapung' di atas selubung seperti digerakkan oleh 'conveyor belt'. Ketika potongan-potongan atau lempengan kerak bumi tergerakkan oleh sistem roda berjalan ini, mereka bisa saling bertabrakan atau bergesekan. Akibat dari adanya pergesekan atau tumbukan ini akan menimbulkan gempa bumi. Karena indonesia berada pada zone perbatasan lempeng Euro Asia dan Australia yang selalu bergerak menubruk lempeng Euro Asia sehingga di Indonesia sering sekali terjadi gempa.

Gambar Lempeng Bumi



Lempeng samudra lebih tipis tapi lebih berat, sedang lempeng benua tebal tapi ringan. Jadi kalau keduanya bertumbukan lempeng samudra akan melesak ke dalam, menunjam di bawah lempeng benua. Inilah yang terjadi antara lempeng benuaAsia dan lempeng samudra yang ada di bawah samudra Hindia. Di sepanjang zone ini akan timbul deretan gunung api. Zone penunjaman lempeng samudra Indo-Australia di bawah benua Asia ada di sepanjang barat Sumatra dan menerus ke selatan Jawa dan Nusa Tenggara.
Propinsi Jawa Timur yang terletak di 111 derajat 0-114 derajat 4 Bujur Timur dan 70 derajat 12-80 derajat 48 Lintang Selatan, memang berada di daerah rawan terjadi gempa. Salah satunya adalah jalur tumbukan lempengan Eurosia dan Indoaustralia di bagian selatan Jawa Timur. Pergeseran lempeng inilah yang menyebabkan terjadinya gempa tektonik.
Situbondo merupakan salah satu kabupaten di Jawa Timur yang secara geologis kabupaten ini berada di pulau jawa yang rawan sekali terjadi gempa, akibat letaknya yang berada di perbatasan lempeng australia dengan lempeng Euro Asia. Salah satu gempa yang pernah terjadi di Situbondo adalah gempa 10 September 2007 gempa yang terjadi sebesar 5,1 dan 4,5 Skala Richter. fenomena gempa yang kali ini lokasinya kedalaman pusat gempa 35 km dan jaraknya cukup jauh dari batas konvergensi Iempeng Samudera Hindia dengan Eurasia. Ini tetap merupakan overriding plate-earthquake, tetapi kompresi dari konvergensi lempeng terjadi jauh ke selatan.
Peta Kabupaten Situbondo

Sumber : global Mapper, 2009

Penyebab gempa di Situbondo pada tanggal 10 September 2007 adalah :
Pertama, hiposentrum gempa ini sangat dangkal (hanya 10 km dalam versi BMG, dan apabila dikaitkan dengan hiposentrum Gempa Laut Jawa yang sedalam 290 km). Formula Gutenberg-Richter menunjukkan guncangan di hiposentrum mencapai 7 MMI dan karena dangkalnya hiposentrum, maka episentrum-nya pun mengalami guncangan 7 MMI pula. Ini sama dengan intensitas guncangan yang merontokkan ribuan bangunan di Yogya - Bantul dalam Gempa Yogya 27 Mei 2006 silam.
Model matematis sederhana menunjukkan gempa ini diproduksi oleh patahnya batuan dalam radius 4 x 2 km persegi yang bergeser (slipping) sejauh 25 cm dari posisinya semula. Maka wilayah yang terletak persis diatas batuan yang bergeser ini, yakni Asembagus, secara otomatis menderitakan guncangan terbesar (7 MMI).
Kedua, episentrum gempa berlokasi di lereng utara Gunung Ijen, yakni di dataran endapan lahar gunung berapi ini yang sifatnya belum kompak, sama dengan sedimen penyusun Bantul. Karenanya penyerapan energi gempa disini cukup tinggi dan sebagai akibatnya guncangan di permukaan pun cukup kuat, maka di Situbondo sekalipun (yang berjarak 40 km dari episentrum) guncangannya masih sebesar 6 MMI. Sehingga skenario guncangan tanah dalam gempa ini sama dengan Gempa Yogya, ditandai dengan nilai koefisien atenuasi Gutenberg-Richter yang sama besar.

Bagan Kecenderungan Gempa Bumi di Situbondo

Gempa di Situbondo berkekuatan sedang dan masuk dalam kategori gempa menengah. Lokasi gempa utama berkekuatan 4,9 skala Richter (SR) terletak di 07,88 Lintang Selatan dan 114,36 Bujur Timur, kedalaman 100 kilometer di bawah permukaan laut. pusat gempa (episentrum) berada di posisi 7,86 lintang selatan dan 113,94 bujur timur atau tepatnya di kedalaman 15 kilometer dan 16 kilometer arah timur Gunung Ijen.
Getaran gempa tektonik sangat terasa di wilayah Kabupaten Bondowoso dan Situbondo. Sedangkan gempa susulan masuk kategori gempa dangkal dengan kekuatan 4,5 SR. Gempa susulan terjadi pada pukul 06.30 berlokasi di 07,88 lintang selatan dan 114,20 bujur timur, dengan kedalaman 10 kilometer. Pusat gempa terletak di 28 kilometer tenggara Kabupaten Situbondo.
Jarak antara pusat gempa dengan daerah Kabupaten Situbondo yaitu sekitar 20,7 km dan jarak antara Kabupaten Situbondo dengan daerah rawan gempa vulkanik sekitar 56,56 km. Selain itu, terdapatnya patahan-patahan yang dapat menjadi daerah yang berpotensi untuk terjadinya gempa bumi.
Gempa ini mengakibatkan kepanikan warga karena menimbulkan kerusakan bangunan rumah. Gempa bumi di Situbondo pagi tadi mengakibatkan enam warga mengalami luka-luka. Puluhan rumah, sekolah dan sarana umum di empat desa di Kecamatan Jangkar mengalami rusak parah.


Lebih dari 234 unit rumah di tiga kecamatan, yakni Kecamatan Asembagus, Banyuputih, dan Jangkar Situbondo, mengalami rusak berat dan ringan akibat gempa tersebut. di tiga kecamatan tersebut, sekitar 234 bangunan rusak berat, 49 rumah rusak ringan dan 10 gedung sekolah rusak serta beberapa fasilitas umum lainnya juga mengalami kerusakan.

Rabu, 25 November 2009

job desk amdal

tugas bandingkan hasil amdal (download http://know.brr.go.id/dc/legislation/GOVERNMENT/2006/20060300_Permen_308-2005.pdf)dengan permen (download http://www.proxsis.com/perundangan/LH/doc/uu/permen_08_2006_AMDAL.pdf)
job desk di kirim ke heridarmadi@gmail.com pada hari sabtu 28 feb 2009)

Bagian 1. Pertimbangan atas alternatif-alternatif
-Bagian 2. Isu lingkungan
Uki
Bagian 3. Isu penanganan bahaya
-Bagian 4. Transportasi
Ve
Bagian 5. Tata ruang, pengembangan wilayah, dan peraturan daerah
-Bagian 6. Isu sosial budaya ekonomi
Heri
Bagian 7. Lain-lain
2. Konsultasi masyarakat dan pihak-pihak terkait
Ucok
3. Batas wilayah studi
Catatan diskusi pembahasan KA ANDAL tanggal 29 Maret 2006
Galuh

Rabu, 23 September 2009

Rencana Strategis Amerika Serikat untuk Menguasai Indonesia (Rekomendasi Militer AS untuk Indonesia)

HTI-Press. Ideologi manapun di dunia ini memiliki metode (thoriqoh/jalan) untuk meluaskan pengaruhnya ke seluruh penjuru dunia. Metode perluasan Kapitalisme sebagai sebuah ideologi yang saat ini masih mendominasi dunia, telah berkembang sesuai zaman. Meski demikian, penjajahan tetap menjadi hal mendasar dalam Kapitalisme. Baik untuk menyebarluaskan ideologi ataupun mengeksploitasi negara-negara lain demi kepentingan para Kapitalis. Amerika Serikat memaksakan dominasi politik, militer dan ekonomi di dunia Islam dalam rangka mengeksploitasi manfaat-manfaat materialnya. Di samping itu AS juga berusaha menyebarkan Kapitalisme pada banyak bidang, baik ekonomi, politik, pendidikan, budaya dan lain-lain.

Khiththah Politik (Strategi Politik) didefinisikan sebagai politik umum yang dirancang untuk mewujudkan salah satu tujuan yang dituntut oleh penyebaran ideologi tertentu. Sedangkan uslub politik (cara-cara politik) adalah politik khusus mengenai suatu bagian langkah yang mendukung perwujudan atau pengokohan khiththah politik. Strategi politik memungkinkan senantiasa berubah sesuai perubahan dan perkembangan konstelasi politik internasional.

Hal yang penting difahami adalah, bahwa ketika upaya menancapkan hegemoninya belum berhasil maka negara-negara Barat tidak akan mengubah (fikroh dan thoriqoh) ideologinya, namun hanya akan mengubah strategi (khiththah) dan cara-cara (uslub) politiknya untuk merancang strategi dan cara-cara politik baru. Di sinilah kaum muslimin harus mengetahui dan memahami rancangan strategi politik dan cara-cara negara-negara Barat, khususnya AS dalam menancapkan hegemoninya di Indonesia. Jika sebuah cara (uslub) politik dapat digagalkan, akan hancurlah strategi (khiththah) politik dan akhirnya gagal pula rencana musuh-musuh Islam. Hendaknya perjuangan politik kaum muslimin diarahkan untuk membongkar strategi politik dan cara-caranya (kasyful khuththath), dan pada saat yang sama diarahkan untuk memerangi ideologi Kufur (yakni memerangi fikroh dan thoriqohnya).

Tulisan ini mengungkapkan temuan media massa terhadap Rancangan Strategi Politik AS di Asia Tenggara berikut cara-caranya. Sebagai wilayah muslim terbesar dengan jumlah penduduk muslim terbanyak, Indonesia menjadi perhatian dan sasaran penting dalam Rancangan Strategis ini.

Dokumen Rencana Strategis

Dokumen The National Security Strategy of USA September 2006 menguraikan intisari sebuah konsep keamanan nasional AS yang menitikberatkan pada konsekuensi-konsekuensi kondisi internal negara-negara lain. Titik tekan yang dipandang sebagai akar masalah bagi AS pada negeri-negeri muslim adalah kurangnya demokrasi (the lack of democracy). Perhatian terhadap keamanan fisik warga dan teritori AS pada waktu yag sama harus diiringi pemahaman bahwa menghilangkan ancaman ”terorisme” (Islam ideologis dipandang juga sebagai inspirasi teror terhadap eksistensi AS) bukan hanya membawa persoalan tersebut ke pengadilan dan menghapuskan kapasitas operasi para teroris, namun juga harus menyelesaikan ”akar penyebab” terorisme.

Departemen Pertahanan Keamanan AS dalam Quadrennial Defense Review Report 2006, memandang bahwa keterlibatan AS dalam peperangan tidaklah hanya di medan pertempuran sesungguhnya, namun juga dalam kancah perang ide/pemikiran. Dokumen RAND Corporation 2006 bertajuk Building Moderate Muslim Networks menyebutkan kemenangan AS yang tertinggi hanya bisa dicapai ketika ideologi Islam (yang AS menyebut sebagai ideologi para ekstrimis. red) didiskreditkan dalam pandangan mayoritas penduduk di tempat tinggal mereka dan di hadapan kelompok yang diam-diam menjadi pendukungnya. (Today, as recognized by the Defense Department in its Quadrennial Defense Review Report, the United States is involved in a war that is “both a battle of arms and a battle of ideas,” a war in which ultimate victory will be achieved only “when extremist ideologies are discredited in the eyes of their host populations and tacit supporters.”)

Memoderatkan Muslim Indonesia

Strategi politik AS untuk menguasai Indonesia adalah dengan strategi menghidupkan kultur moderat yang kuat di negeri ini. Dengan cara inilah diharapkan akan muncul perlawanan terhadap Islam Ideologi dan menguatkan dukungan terhadap berbagai kebijakan Amerika yang menunggangi jargon-jargon Demokrasi-HAM dan Kesetaraan Gender.

AS melakukan klasifikasi sekaligus karakterisasi sesuai kepentingannya bahwa muslim-muslim moderat adalah mereka yang saling berbagi dimensi-dimensi kunci dari kultur demokrasi. Inilah yang akan menjadikan Indonesia terkendali di bawah AS. AS menentukan bahwa muslim moderat yang diinginkan AS memiliki sikap-sikap antara lain :

1. Mendukung demokrasi dan HAM yang difahami secara internasional (HAM versi Amerika)

2. Menghargai perbedaan/keragaman terutama penghargaan terhadap kesetaraan gender dan minoritas relijius (Perbedaan dalam konteks pluralisme bukan pluralitas)

3. Penerimaan terhadap sumber hukum non sektarian (tidak menerima hukum yang bersumber dari syariat Islam karena disebutkan intepretasi syariah tidak kompatibel dengan demokrasi)

4. Perlawanan terhadap terorisme dan bentuk-bentuk kekerasan lainnya yang tidak legitimate (bentuk legitimate ini telah memiliki bingkai tersendiri, sebagaimana yang disahkan dalam konferensi dan konvensi internasional)

Strategi untuk membangun Jaringan MuslimModerat

Strategi umum untuk membangun Jaringan Muslim Moderat dilancarkan melalui 4 langkah yaitu pendidikan demokrasi, media, kesetraan gender dan advokasi kebijakan.

1. Pendidikan Demokrasi

Secara khusus diwujudkan dalam program-program dengan menggunakan teks-teks dan tradisi-tradisi Islam untuk pengajaran yang mendukung nilai-nilai demokrasi dan pluralistik. Perintah-perintah dalam agama dan politik yang dipandang sektarian, sangat sempit dan terbelakang disebarkan dengan radikal dan konservatif. Dengan demikian madrasah-madrasah harus dimasuki oleh sebuah kurikulum yang mempromosikan demokrasi dan nilai-nilai pluralistik. Sebagaimana di berbagai wilayah yang lain dimana agama dan masyarakat saling bersilangan (berhadapan), Indonesia adalah pemimpin dalam pendidikan demokratis yang relijius. Universitas Islam Negeri dan sistem pendidikan Muhammadiyah telah mengembangkan teksbook untuk mengajarkan pendidikan sipil dalam konteks Islami. Mata ajaran tersebut bersifat wajib untuk seluruh mahasiswa yang memasuki universitas-universitas ini. Beberapa pengajar muslim meskipun memiliki watak moderat, kurang kemampuannya untuk mengkaitkan pengajaran Islam secara eksplisit dengan nilai-nilai demokrasi.

Sebagai tanggapan terhadap kelemahan tersebut, Asia Foundations telah mengembangkan sebuah program untuk membantu usaha-usaha ulama moderat menggali teks dan tradisi bagi pengajaran yang otoritatif yang mendukung nilai-nilai demokratis. Hasilnya adalah sekumpulan bahan penulisan fiqih (hukum-hukum Islam) yang mendukung demokrasi, pluralisme dan kesetaraan gender. Teks-teks ini berada dalam jalur pemikiran muslim yang progresif dan sangat dibutuhkan secara internasional.

Institusi-institusi seperti Lembaga Kajian islam Sosial (LKiS) yang berbasis Nahdlatul Ulama memegang suatu prinsip bahwa dibandingkan menciptakan sekolah-sekolah Islam secara khusus, muslim seharusnya menjamin bahwa semua institusi ditanamkan dengan nilai-nilai keadilan sosial dan toleransi. “I” pada LKiS (yang bermakna islam) dengan bebas ditulis dalam huruf kecil untuk menggarisbawahi bahwa LKiS melawan tipe-tipe islamisme yang menitikberatkan pada superioritas Islam diatas agama lainnya. LKiS secara khusus terlibat dalam training-training pesantren, sekolah-sekolah terpadu Islam. Dampak dari kerja ini adalah munculnya gerakan-gerakan demokrasi muslim yang berhubungan erat di Indonesia dengan beberapa kriteria unik : (1) ulama pria yang berkampanye untuk kesetaraan gender dan (2) organisasi yang berbasis akar rumput yang memberikan kapasitas bagi gerakan untuk mencapai jangkauan yang luas pada tingkat akar rumput dalam satu langkah yang tidak bisa dicapai oleh kelompok-kelompok sekular berbasis perkotaan.

2. Media

Dilakukan dengan mendukung media-media moderat. Hal ini sangat penting untuk melawan dominasi media yang anti demokrasi dan didukung oleh elemen muslim konservatif (maksudnya muslim ideologis)

Penyebaran/ diseminasi informasi pada sebagian besar dunia muslim didominasi oleh elemen- anti demokrasi yang radikal dan konservatif. Pada faktanya, tidak ada media-media moderat pada beberapa negara. Sebuah alternatif bagi media radikal adalah alat kritis dalam perang ide.

Indonesia menyediakan sebuah model dengan sejumlah contoh media moderat “agama dan Toleransi” yang mencapai hingga 5 juta pendengar. Program radio mingguan Jaringan Islam Liberal melalui 40 stasiun radio. Institut untuk Advokasi warga negara dan pendidikan memproduksi radio talk mingguan yang mencapai pendengar hingga 1 juta melalui lima stasiun radio di Sulawesi Selatan. Stasiun Televisi TPI, menampilkan opini mingguan dalam tema kesetaraan gender dan Islam yang mencapai 250.000 pemirsa di Jakarta. Talkshow TV bulanan tentang Islam dan Pluralisme yang mencapai 400.000 pemirsa di Jogjakarta. Media-media moderat ini telah menghasilkan dampak dalam perubahan suara diskursus Islam di Indonesia.

3. Kesetaraan Gender.

Isu hak-hak perempuan adalah sebuah medan pertarungan utama (major battleground) dalam perang ide di dunia Islam. Promosi kesetaraan gender adalah komponen kritis dari beberapa proyek untuk memberdayakan muslim moderat. Nuriyah, istri Gusdur misalnya telah mempublikasikan studi exegetical yang bertujuan untuk menghapuskan poligami melalui reintepretasi konsep Al quran. Nuriyah menyimpulkan bahwa Qurani ideal adalah monogami dan bahwa adalah hak perempuan untuk secara bebas memilih pasangan seharusnya tidak dibatasi. AS mendukung beberapa pesantren yang berafiliasi dengan NU- yang mendirikan crisis center untuk korban-korban kekerasan domestic, publikasi tulisan terkait isu-isu perempuan dalam fiqh serta membangun jaringan muslim moderat dari NGO-NGO yang mempromosikan keadilan gender seperti Rahima dan Fahmina. Beberapa isu potensial yang digarisbawahi antara lain terkait status personal perkawinan, perceraian, penahanan anak-anak, pewarisan dan tuduhan bahwa perempuan terancam perlakuan diskriminatif di bawah syariah.

4. Advokasi kebijakan.

Kelompok Islam memiliki agenda-agenda politik dan karenanya muslim moderat sekuler, liberal juga harus terlibat dalam advokasi kebijakan sebagaimana kelompok Islam. Aktivitas advokasi sangat penting untuk membentuk lingkungan politik dan hukum dalam dunia Islam. Advokat-advokat kepentingan publik dan kelompok-kelompok advokasi (aktivis HAM, pemantau korupsi, think tanks dll) pada faktanya telah berkembang di dunia Islam dewasa ini dan peran mereka sangat diperlukan oleh AS.

Pilar-pilar Jaringan Pengembangan Muslim Moderat

Untuk mencapai keberhasilan strategi ini, diperlukan jaringan-jaringan yang akan menanamkan dan mengembangkan kultur moderat ini. Di wilayah Asia Tenggara, pilar-pilar jaringan ini meliputi:

1. Sekolah-sekolah Islam, Institusi pendidikan relijius moderat (Pesantren dan Madrasah)
2. Universitas-universitas Islam.
3. Media
4. Institusi-institusi pembangun Demokrasi (Democracy-Building Institutions)
5. Usaha pembangun jaringan regional (Regional Network-Building Efforts)

Partner Kunci Keberhasilan Strategi

Demi kesuksesan rencana, diperlukan partner-partner kunci yang mengemban ideologi atau mendukung pengembangan ideologi Kapitalisme-Sekularisme-Liberalisme. Mereka ini antara lain:

1. Intelektual dan akademisi muslim liberal dan sekuler (Liberal and secular muslim academic and intellectuals)
2. Kelompok terdidik muda yang moderat dan relijius (young moderate religious scholar)
3. Aktivis-aktivis komunitas (community activist)
4. Kelompok-kelompok perempuan yang terlibat dalam kampanye kesetaraan gender women (groups engaged in gender equality campaigns)
5. Penulis dan jurnalis moderat (moderates journalist and writers)

Upaya-upaya Membangun Jaringan Regional

Dokumen RAND tersebut juga menyebutkan bahwa Asia Tenggara adalah panggung regional utama dalam upaya menghubungkan muslim moderat lokal dan nasional dan organisasi dengan jaringan regional. Sebagai pelopor dari usaha ini adalah International Center for Islam and Pluralism (ICIP) yang didirikan di Jakarta dengan dukungan Asia Foundation. Misi ICIP adalah membangun jaringan NGO muslim dan aktivis muslim progresif dan intelektual di Asia Tenggara (dan secepatnya di seluruh dunia) dan bertindak sebagai kendaraan untuk menyebarluaskan ide-ide para pemikir muslim moderat dan progresif secara internasional. ICIP telah melakukan workshop-workshop regional tentang Islam dan Demokrasi, yang pertama di Manila bersama dengan PCID pada September 2005 dan yang kedua di Jakarta pada Desember 2005. Menteri Luar Negeri Thailand Surin Pitsuwan bahkan telah menyarankan untuk memanfaatkan ICIP untuk menghubungkan komunitas pondok di Thailand Selatan dengan pesantren progresif di Indonesia.

Penutup

Pengkajian yang mendalam tentang khiththah politik negara-negara Kapitalis terhadap negeri-negeri muslim sangatlah penting dan mendesak untuk dilakukan. Secara khusus bagi para pengemban dakwah di Indonesia yang memiliki harapan dan cita-cita untuk menyelamatkan negeri ini dengan penegakan Khilafah Islamiyah. Dengan demikian, perjuangan politik menjadi lebih fokus untuk membongkar serta melawan strategi politik dan cara-cara yang dilancarkan musuh-musuh Islam.

Penguasaan terhadap konstelasi politik internasional dan pengaruhnya dalam skala nasional akan memudahkan kita untuk merancang cara-cara baru dan kreatif dalam rangka mengubah pemikiran dan perasaan umat. Kemampuan membaca jaringan-jaringan musuh dan membangun jaringan-jaringan ideologis di tengah-tengah umat akan menghancurkan jaringan musuh yang sesungguhnya lebih rapuh daripada sarang laba-laba. Hal ini sekaligus akan memberi jalan untuk meraih kepemimpinan di tengah umat.

Satu kunci keberhasilan bagi pengemban dakwah hanyalah senantiasa berpegang teguh pada fikroh dan thoriqoh di atas landasan aqidah Islam. Semoga Allah SWT akan memberikan kecemerlangan berfikir untuk menggulirkan strategi politik yang tinggi dengan cara-cara yang benar dan tepat.

Wallaahu a’lamu bish shawab.

dikutip dari http://hizbut-tahrir.or.id/

Terorisme....???? Untuk siapa?

Istilah terorisme telah mengglobal dan dibicarakan oleh hampir seluruh kalangan. Bahkan istilah atau kata terorisme telah dipergunakan oleh Amerika sebagai instrumen kebijakan standar untuk memukul atau menindas lawan-lawannya dari kalangan Islam. Perang melawan terorisme telah menjadi teror baru bagi masyarakat, khususnya kaum Muslimin yang berdakwah dan bercita-cita menjalankan syariat secara kaaffah. Lalu apakah pengertian sebenarnya dari istilah terorisme ini? Siapakah teroris yang sebenarnya?

Definisi Terorisme

Masalah pertama dan utama dalam perdebatan seputar "terorisme" adalah masalah definisi. Tidak ada satu definisi pun yang disepakati oleh semua pihak. Terorisme akhirnya menjadi istilah multitafsir, setiap pihak memahaminya menurut definisi masing-masing, dan sebagai akibatnya aksi dan respon terhadap terorisme pun beragam.

Sebenarnya, istilah terorisme bukan suatu hal yang kompleks, bahkan secara bahasa istilah ini tidak mampu memberikan arti secara menyeluruh. Lalu kenapa orang lambat sekali dalam menempatkan definisi istilah ini?

Dari fakta yang ada, terdapat sebuah kedengkian di balik semua ini, karenanya dibutuhkan definisi yang menyeluruh termasuk variasi komponen-komponennya dan batasan-batasan yang diperlukan dari aspek yang berlawanan dengan komponen tersebut. Dalam fikiran banyak orang sekarang ini justru membutuhkan banyak kalangan untuk mendefinisikan istilah ini supaya tidak menjatuhkan hukuman pada orang yang tidak bersalah atas sejumlah tindak kejahatan dan sejumlah kebenaran yang disimpangkan.

Terorisme menurut Badan Intelijen Pertahanan Amerika Serikat adalah “Tindak kekerasan apapun atau tindakan paksaan oleh seseorang untuk tujuan apapun selain apa yang diperbolehkan dalam hukum perang yang meliputi penculikan, pembunuhan, peledakan pesawat, pembajakan pesawat, pelemparan bom ke pasar, toko, dan tempat-tempat hiburan atau yang sejenisnya, tanpa menghiraukan apa pun motivasi mereka.”

Oxford’s Advanced Learner’s Dictionary, 1995 mendefinisikan Terorisme adalah Penggunaan tindak kekerasan untuk tujuan politis atau untuk memaksa sebuah pemerintahan untuk melakukan sesuatu (yang mereka tuntut), khususnya untuk menciptakan ketakutan dalam sebuah masyarakat.

Badan intelejen Amerika CIA mendefinisikan Terorisme Internasional sebagai terorisme yang dilakukan dengan dukungan suatu pemerintahan atau organisasi asing dan atau diarahkan untuk melawan nasional, institusi, atau pemerintahan asing.

Dalam Oxford Dictionary disebutkan : Terrorist : noun person using esp organized violence to secure political ends. (perorangan tertentu yang mempergunakan kekerasan yang terorganisir dalam rangka meraih tujuan politis).

Dalam Encarta Dictionary disebutkan : Terrorism : Violence or the threat of violence carried out for political purposes. (Kekerasan atau ancaman kekerasan yang dilakukan demi tujuan politis).

Terrorist : Somebody using violence for political purposes : somebody who uses violence or the threat of violence, especially bombing, kidnapping, and assassanition, to intimidate, often for political purposes. (Seseorang yang menggunakan kekerasan untuk tujuan politis: seseorang yang menggunakan kekerasan, atau ancaman kekerasan, terkhusus lagi pengeboman, penculikan dan pembunuhan, biasanya untuk tujuan politis).

Dr. F. Budi Hardiman dalam artikel berjudul "Terorisme: Paradigma dan Definisi" menulis: "Teror adalah fenomena yang cukup tua dalam sejarah. Menakut-nakuti, mengancam, memberi kejutan, kekerasan, atau mem­bunuh dengan maksud menyebarkan rasa takut adalah taktik-taktik yang sudah melekat dalam perjuangan kekua­saan, jauh sebelum hal-hal itu dinamai “teror” atau “terorisme”.

Istilah “terorisme” sendiri pada 1970-an dikenakan pada beragam fenomena: dari bom yang meletus di tempat-tempat publik sampai dengan kemiskinan dan kelaparan. Beberapa pemerintah bahkan menstigma musuh-musuhnya sebagai “teroris” dan aksi-aksi mereka disebut “terorisme”. Istilah “terorisme” jelas berko­notasi peyoratif, seperti juga istilah “genosida” atau “tirani”. Karena itu istilah ini juga rentan dipolitisasi. Kekaburan definisi membuka peluang penyalahgunaan. Namun pendefinisian juga tak lepas dari keputusan politis."

Mengutip dari Juliet Lodge dalam The Threat of Terrorism (Westview Press, Colorado, 1988), “teror” itu sendiri sesungguhnya merupakan pengalaman subjektif, karena setiap orang memiliki “ambang ketakutannya” masing-masing. Ada orang yang bertahan, meski lama dianiaya. Ada yang cepat panik hanya karena ketidaktahuan. Di dalam dimensi subjektif inilah terdapat peluang untuk “kesewenangan” stigmatisasi atas pelaku terorisme.

Amerika Memanfaatkan Terorisme Untuk Melawan Islam

Noam Chomsky, ahli linguistik terkemuka dari Massachussetts Institute of Technology, AS, telah menyebutkan kebijakan Amerika dan Barat terhadap Dunia Islam dengan isu "terorisme" ini sudah begitu kuat terasa sejak awal 1990–an. Tahun 1991, ia menulis buku "Pirates and Emperor: International Terrorism in The Real World."

Noam Chomsky
Noam Chomsky, ahli linguistik terkemuka dari AS

Dalam artikelnya yang dimuat oleh harian The Jakarta Post (3 Agustus 1993), dan dimuat ulang terjemahannya oleh harian Republika dengan judul "Amerika Memanfaatkan Terorisme Sebagai Instrumen Kebijakan", ia menulis bahwa Amerika memanfaatkan terorisme sebagai instrumen kebijakan standar untuk memukul atau menindas lawan-lawannya dari kalangan Islam.

Jadi, kebijakan Amerika dan Barat untuk memerangi dunia Islam dengan menggunakan isu "perang melawan terorisme internasional" sudah digulirkan sejak awal 1990-an, jauh sebelum kemunculan Taliban, apalagi Al-Qaeda, tragedi WTC maupun berbagai pemboman di sejumlah kawasan di dunia Islam.

Demikianlah, perang melawan terorisme yang digalang oleh Amerika, Barat dan antek-anteknya, sejatinya adalah perang malawan Islam dan kaum Muslimin. Targetnya adalah umat Islam, sampai kepada titik mengganti kurikulum pendidikan agama agar sesuai dengan nilai-nilai dan keinginan Barat. Upaya apapun untuk mengkaburkan hakekat ini, justru kontra produktif dan menguntungkan mereka-mereka yang membenci Islam.

Bagaimana Dengan Islam ?

Dalam Islam, istilah terorisme sendiri tidak pernah dikenal. Jikapun dicari padanan kata terorisme, maka yang dikenal adalah istilah Al Irhab, yang menurut Imam Ibnu Manzhur dalam ensiklopedi bahasanya mengatakan: Rohiba-Yarhabu-Rohbatan wa Ruhban wa Rohaban : Khoofa (takut). Rohiba al-Syai-a Rohban wa Rohbatan : Khoofahu (takut kepadanya).

Bisa difahami bahwa kata Al-Irhab (teror) berarti (menimbulkan) rasa takut. Irhabi (teroris) artinya orang yang membuat orang lain ketakutan, orang yang menakut-nakuti orang lain. Dus, setiap orang yang membuat orang yang ia inginkan berada dalam keadaan ketakutan adalah seorang teroris. Ia telah meneror mereka, dan sifat "teror" melekat pada dirinya, baik ia disebut sebagai seorang teroris maupun tidak; baik ia mengakui dirinya seorang teroris maupun tidak.

Dalam Islam, tidak diperbolehkan untuk melanggar kesucian kehidupan seseorang, baik secara lisan, fisik, maupun finansial, tanpa ijin atau hak dari Sang Pencipta, Allah SWT. Setiap Muslim memiliki kesucian jiwa, harta, dan kehormatan, sebagaimana Sabda Rasulullah SAW :

“Barangsiapa membantu orang untuk membunuh kaum Muslimin bahkan dengan sebuah ucapan atau kurma, maka dia kafir.”

Kalau demikian adanya, maka apa namanya ketika tentara Amerika datang dari jauh ke Irak untuk membunuh dan menawan kaum Muslimin, seraya mengklaim bahwa mereka memerangi teroris, yang diartikan (menurut) mereka dengan menghancurkan masjid-masjid, menawan para Muslimah, menginjak-injak Al-Qur’an sebagaimana mereka melakukannya juga di negeri-negeri kaum Muslimin lainnya ? Tindakan inilah yang merupakan akar permasalahan terorisme yang hingga saat ini terus berlanjut.

Amerika, The Real Terrorist

Ungkapan di atas adalah fakta yang tidak terbantahkan. Terlalu banyak dan panjang catatan peristiwa sejarah Amerika yang dapat membuktikan bahwa Amerika adalah teroris sejati. Amerika dengan dukungan sekutunya NATO, berhasil menekan PBB untuk mengembargo Irak, pasca Perang Teluk Kedua (1991). Kaum Muslimin menjadi korban, tidak kurang 1,5 juta orang meninggal. Belum lagi mereka yang cacat dibombardir tentara Multinasional dalam Perang Teluk Kedua ini.

Setelah lebih dari 12 tahun embargo, tahun 2003 Amerika dengan sekutu-sekutunya menginvasi Irak, menggulingkan pemerintahan, dan membentuk pemerintahan boneka. Dalam aksinya ini, Amerika telah membunuh ribuan kaum Muslimin, baik anak-anak, orang tua, maupun wanita. Semuanya demi kepentingan Amerika dan sekutunya. Apakah aksi-aksi brutal ini bukan sebuah bentuk teror, bahkan puncak dari teror ? Dus, Amerika dan sekutunya adalah teroris bahkan teroris sejati? Sayangnya media massa menyebut warga Irak yang mempertahankan negaranya dari agresi Amerika itulah yang teroris, fundamentalis, ataupun pemberontak.

Contoh serupa terjadi di negeri-negeri kaum Muslimin lainnya, seperti Afghanistan, dan Pakistan. Bahkan contoh kasus negeri Muslim Palestina yang dijajah sejak tahun 1948 oleh Israel atas restu Amerika dan sekutunya, lebih menunjukkan lagi bahwa Amerika benar-benar teroris sejati. Serangkaian teror yang dilakukan agresor Israel atas kaum Muslimin Palestina tidak pernah mendapatkan sanksi. Tentu saja karena Israel dibesarkan dan dibela oleh Amerika. Setiap tahun, Amerika memberikan bantuan ekonomi kepada Israel tak kurang dari 3 miliar dolar USA. Ini belum terhitung bantuan militer yang dipergunakan untuk melakukan politik terornya kepada bangsa muslim Palestina yang tak bersenjata.

Jadi, semuanya sangat tergantung kepada definisi teror dan terorisme yang saat ini didominasi oleh definisi yang dibuat Amerika dan sekutu-sekutunya. Seandainya mereka membuat definisi standar "teror dan terorisme" yang dapat diterima semua pihak, mereka (Amerika) adalah pihak pertama dan teratas yang menempati daftar teror dan terorisme.

Jika definisi teror adalah membunuh rakyat sipil yang tak berdosa; anak-anak, wanita dan orang tua, maka mereka adalah teroris paling pertama, teratas dan terjahat yang dikenal oleh sejarah umat manusia. Mereka telah membantai jutaan rakyat sipil tak berdosa di seluruh dunia; Jepang, Vietnam, Afghanistan, Iraq, Palestina, Chechnya, Indonesia dan banyak negara lainnya.

Jika definisi teror adalah membom tempat-tempat dan kepentingan-kepentingan umum, mereka adalah pihak yang pertama, teratas dan terjahat yang mengajarkan, memulai dan menekuni hal itu.

Jika definisi teror adalah menebarkan ketakutan demi meraih kepentingan politik, maka merekalah yang pertama, teratas dan terjahat yang melakukan hal itu di seluruh penjuru dunia.

Jika definisi teror adalah pembunuhan misterius terhadap lawan politik, maka mereka adalah pihak pertama, teratas dan terjahat yang melakukan hal itu.

Jika definisi mendukung teroris adalah membiayai, melatih dan memberi perlindungan kepada para pelaku kejahatan, maka mereka adalah pihak yang pertama, teratas dan terjahat yang melakukan hal itu. Mereka bisa berada di balik berbagai kudeta di seluruh penjuru dunia. Aliansi Utara di Afghanistan, John Garang di Sudan, Israel di bumi Islam Palestina, Serbia dan Kroasia di bekas negara Yugoslavia, dan banyak contoh lainnya merupakan bukti konkrit tak terbantahkan bahwa The Real Terrorist adalah Amerika dan sekutu-sekutunya!

Terorisme, Perang Melawan Siapa?

Kini menjadi jelas siapa sebenarnya teroris sejati. Amerika bersama sekutunya telah melakukan teror kepada Islam dan kaum Muslimin sejak lama, diketahui bahkan direstui oleh dunia internasional. Ini sungguh tidak adil. Dunia diam saja dengan jumlah korban yang mencapai ratusan ribu dari umat Islam, namun berteriak-teriak lantang dan dipublikasikan luas jika dari pihak Amerika dan sekutunya yang terbunuh.

Sekilas realita teror dan terorisme ini cukup memberi contoh bentuk teror yang hari ini wujud di pentas dunia. Perang terhadap terorisme yang dikampanyekan oleh dunia internasional hari ini, di bawah arahan Amerika, tanpa memberi definisi dan batasan yang jelas terhadap "teror dan terorisme" telah menjadi alat efektif kekuatan pembenci Islam, untuk memerangi Islam dan kaum Muslimin. Melalui kampanye media massa dan elektronik internasional, "teror dan terorisme" telah didistorsikan dan dikaburkan sedemikian rupa; definisi, batasan, substansi, tujuan dan bentuk kongkritnya.

Adapun jika definisi teror dan terorisme distandarisasi, maka mereka yang akan menjadi pihak yang paling pertama, teratas dan terjahat yang terkena definisi tersebut. Oleh karenanya, mereka enggan memberikan definisi teror dan terosrime. Satu-satunya hal yang bisa dipahami seluruh umat manusia di dunia saat ini, bahwa "teror dan terorisme" versi hukum internasional (PBB yang mewakili kepentingan Amerika dan negara-negara adidaya lainnya) adalah Islam dan umat Islam, terutama umat Islam yang ingin hidup di dunia ini dengan merdeka penuh, bertauhid dan membela orang bertauhid, serta ingin menjalankan Islam secara kaafah.

Wallahu’alam bis Showab!.

M. Fachry
dikutip dari Arrahmah.Com

Sabtu, 22 Agustus 2009

AQIDAH

Dalam bahasa Arab aqidah berasal dari kata al-‘aqdu (الْعَÙ‚ْدُ) yang berarti ikatan, at-tautsiiqu (التَّÙˆْØ«ِÙŠْÙ‚ُ) yang berarti kepercayaan atau keyakinan yang kuat, al-ihkaamu (اْلإِØ­ْÙƒَامُ) yang artinya mengokohkan (menetapkan), dan ar-rabthu biquw-wah (الرَّبْØ·ُ بِÙ‚ُÙˆَّØ©ٍ) yang berarti mengikat dengan kuat. Sedangkan menurut istilah (terminologi): ‘aqidah adalah iman yang teguh dan pasti, yang tidak ada keraguan sedikit pun bagi orang yang meyakininya.
Pemecahan dari segala masalah tentang kehidupan di dunia ini tidak akan terlepas dari adananya landasan berfikir (al-qa’idah al fikriyah) yaitu pemikiran tentang masalah mendalam yang menjadi landasan dsar dari pemecahan masalah cabang lainya yaitu tentang hidup, alam semesta dan manusia serta hubungan antara ketiganya dengan sebelum alam kehidupan dan sesudah kehidupan yang nantinya akan menjadi aqidah seseorang. Pemecahan pemikiran ini nantinya akan menimbulkan suatu mafahim (persepsi) terhadap segala sesuatau dalam menjalani kehidupan. Disamping itu manusia selalu mengatur tingkah laku kehidupannya sesuai dngan mafahimnya terhadap kehidupan. Sebagai contoh mafahim manusia terhadap orang yang dicintainya akan berbeda denagn orang yang dibencinya, begitu pula dengan orang yang tidak dikenalnya
Penyelesaian dari maslah dasar tadi yaitu tentang manusia, alam semesta dan hidup; zat yang ada sebelum kehidupan dunia dan zat yang ada setelahnya; serta hubungan antara kehidupan di dunia, dengan sesudahnya. Pemecahan permasalahan akan menjadi landasan berfikir manusia dalam menjalani kehidupannyadi dunia. Pemecahan dari ketiga masalah itu harus di selesaikan dengan jalan pemikiran yang cemerlang (al-fikru al-mustanir) sehingga pemecahan yang didapat akan memuaskan akal, memberikan ketenangan hati serta memberikan ketenangan jiwa. Pemecahan inilah yang akan melahirkan aqidah dan akan menjadi landasan berfikir yang melahirkan setiap pemikiran cabang tentang perilaku manusia di dunia ini serata peraturan-peraturannya.

Selasa, 05 Mei 2009

SISTEM KEBUDAYAAN ISLAM

a. Konsep dalam Kebudayaan Islam
Al-Quran memandang kebudayaan itu merupakan suatu proses dan meletakkanya sebagai eksistensi hidup manusia. Kebudayaan merupakan suatu totalitas kegiatan manusia yang meliputi kegiatan akal, hati dan tubuh yang menyatu dalam suatu perbuatan. Karena itu secara umum kebudayaan dapat dipahami sebagai hasil olah akal, budi, cipta, rsa, dan karsa manusia. Ia tidak mungkin terlepas dari nilai-nilai kemanusiaan, namun bisa jadi lepas dari nilai-nilai ketuhanan.
Kebudayaan islam merupakan hasil olah akal, budi, cipta, rasa, karsa dan karya manusia yang berdasarkan pada nilai-nilai tauhid. Islam sangat menghargai akal manusia untuk berkiprah dan berkembang. Hasil olah akal, budi, rasa dan karsa yang telah terseleksi oleh nilai-nilai kemanusiaan yang berkembang menjadi suatu peradaban.
Dalam perkembanganya perlu dibimbing oleh wahyu dan aturan-aturan yang mengikat agar tidak terperangkap dalam pada ambisi yang bersumber dari nafsu hewani, sehingga merugikan dirinya sendiri. Disini agama berfungsi untuk membimbing manusia dalam mengembangkan akal udinya sehingga meghasilkan kebudayaan yang beradab atau peradaban islam.
Sehubungan daengan hasil perkembangan kebudayaan yang dilandasi nilai-nilai ketuhanan atau disebut dengan sebagai peradaban islam, maka funsi-fungsi agama disini semakin jelas. Ketika perkembangan dari dinamika kehidupan umat manusia itu sendiri mengalami kebekuan karena keterbatasan dalam memecahkan persoalan kehidupanya sendiri, disini sangat terasa akan perlunya suatu bimbingan wahyu.
Kebudayaan itu akan terus berkembang, tidak akan punah berhenti selama masih ada kehidupan manusia. Segala sesuatu yang berkaitan dengan aktifitas dan kreaktifitas manusia, baik dalam konteks hubungan dengan sesamanya, maupun dengan alam lingkunganya, akan selalu terkait dengan kebudayaan oranglain. Disini menunjukkan bahwa manusia adalahmakhluk budaya dan makhluk sosialyang tidak akan pernah berhenti dari aktifitasnya dan tidak akan pernah bisa hidup tanpa bantuan orang lain. Kebudayaan baru akan berhenti apabila manusia sudah tidak sanggup lagi menggunakan akal budinya.
Allah mengutus para rasul dari jenis manusia dan dari kaumnya sendiri karena yang akan menjadi sasaran dakwahnya adalah umat manusia. Firman Allah SWT:
         
Kami tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka…..

Oleh sebab itu misi utama kerasulan Muhammad SAW, adalah untuk memberikan bimbingan pada umat manusia agar dalam mengembangkan kebudayaanya tidak terlepas diri dari nilai-nilai kettuhanan sebagaimana sabdanya:
“Sesungguhnya aku diutus Allah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia” (H.R. Ahmad)
Artinya Nabi Muhammad SAW, mempunyai tugas pokok untuk membimbing manusia agar mengembangkan kebudayaan sesuai dengan petunjuk Allah. Sebelum Nabi diutus bangsa Arab sudah cukup berbudaya tetapi budaya yang dikembangkanya terlepas dari nilai-nilai ketaukidtan yang bersifat universal. Landasan pengembangan kebudayaan mereka dalah hawa nafsu.

b. Hubungan Islam dan Budaya
Untuk mengetahui sejauh mana hubungan antara agama ( termasuk Islam ) dengan budaya, kita perlu menjawab pertanyaan-pertanyaan di bawah ini : mengapa manusia cenderung memelihara kebudayaan, dari manakah desakan yang menggerakkan manusia untuk berkarya, berpikir dan bertindak ? Apakah yang mendorong mereka untuk selalu merubah alam dan lingkungan ini menjadi lebih baik ?
Sebagian ahli kebudayaan memandang bahwa kecenderungan untuk berbudaya merupakan dinamik ilahi. Bahkan menurut Hegel, keseluruhan karya sadar insani yang berupa ilmu, tata hukum, tatanegara, kesenian, dan filsafat tak lain daripada proses realisasidiri dari roh ilahi. Sebaliknya sebagian ahli, seperti Pater Jan Bakker, dalam bukunya “Filsafat Kebudayaan” menyatakan bahwa tidak ada hubungannya antara agama dan budaya, karena menurutnya, bahwa agama merupakan keyakinan hidup rohaninya pemeluknya, sebagai jawaban atas panggilan ilahi. Keyakinan ini disebut Iman, dan Iman merupakan pemberian dari Tuhan, sedang kebudayaan merupakan karya manusia. Sehingga keduanya tidak bisa ditemukan. Adapun menurut para ahli Antropologi, sebagaimana yang diungkapkan oleh Drs. Heddy S. A. Putra, MA bahwa agama merupakan salah satu unsur kebudayaan. Hal itu, karena para ahli Antropologi mengatakan bahwa manusia mempunyai akal-pikiran dan mempunyai sistem pengetahuan yang digunakan untuk menafsirkan berbagai gejala serta simbol-simbol agama. Pemahaman manusia sangat terbatas dan tidak mampu mencapai hakekat dari ayat-ayat dalam kitab suci masing- masing agama. Mereka hanya dapat menafsirkan ayat-ayat suci tersebut sesuai dengan kemampuan yang ada.
Di sinilah, , bahwa agama telah menjadi hasil kebudayaan manusia. Berbagai tingkah laku keagamaan, masih menurut ahli antropogi,bukanlah diatur oleh ayat- ayat dari kitab suci, melainkan oleh interpretasi mereka terhadap ayat-ayat suci tersebut.
Dari keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa para ahli kebudayaan mempunyai pendapat yang berbeda di dalam memandang hubungan antara agama dan kebudayaan. Kelompok pertama menganggap bahwa Agama merupakan sumber kebudayaaan atau dengan kata lain bahwa kebudayaan merupakan bentuk nyata dari agama itu sendiri. Pendapat ini diwakili oleh Hegel. Kelompok kedua, yang di wakili oleh Pater Jan Bakker, menganggap bahwa kebudayaan tidak ada hubungannya sama sekali dengan agama. Dan kelompok ketiga, yeng menganggap bahwa agama merupakan bagian dari kebudayaan itu sendiri.
Untuk melihat manusia dan kebudayaannya, Islam tidaklah memandangnya dari satu sisi saja. Islam memandang bahwa manusia mempunyai dua unsur penting, yaitu unsur tanah dan unsur ruh yang ditiupkan Allah kedalam tubuhnya. Ini sangat terlihat jelas di dalam firman Allah Qs As Sajdah 7-9 : “ ( Allah)-lah Yang memulai penciptaan manusia dari tanah, kemudian Dia menciptakan keturunannya dari saripati air yan hina ( air mani ). Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam ( tubuh )-nya roh ( ciptaan)-Nya “
Selain menciptakan manusia, Allah swt juga menciptakan makhluk yang bernama Malaikat, yang hanya mampu mengerjakan perbuatan baik saja, karena diciptakan dari unsur cahaya. Dan juga menciptakan Syetan atau Iblis yang hanya bisa berbuat jahat , karena diciptkan dari api. Sedangkan manusia, sebagaimana tersebut di atas, merupakan gabungan dari unsur dua makhluk tersebut.
Dalam suatu hadits disebutkan bahwa manusia ini mempunyai dua pembisik ; pembisik dari malaikat , sebagi aplikasi dari unsur ruh yang ditiupkan Allah, dan pembisik dari syetan, sebagai aplikasi dari unsur tanah. Kedua unsur yang terdapat dalam tubuh manusia tersebut, saling bertentangan dan tarik menarik. Ketika manusia melakukan kebajikan dan perbuatan baik, maka unsur malaikatlah yang menang, sebaliknya ketika manusia berbuat asusila, bermaksiat dan membuat kerusakan di muka bumi ini, maka unsur syetanlah yang menang. Oleh karena itu, selain memberikan bekal, kemauan dan kemampuan yang berupa pendengaran, penglihatan dan hati, Allah juga memberikan petunjuk dan pedoman, agar manusia mampu menggunakan kenikmatan tersebut untuk beribadat dan berbuat baik di muka bumi ini.
Allah telah memberikan kepada manusia sebuah kemampuan dan kebebasan untuk berkarya, berpikir dan menciptakan suatu kebudayaan. Di sini, Islam mengakui bahwa budaya merupakan hasil karya manusia. Sedang agama adalah pemberian Allah untuk kemaslahatan manusia itu sendiri. Yaitu suatu pemberian Allah kepada manusia untuk mengarahkan dan membimbing karya-karya manusia agar bermanfaat, berkemajuan, mempunyai nilai positif dan mengangkat harkat manusia. Islam mengajarkan kepada umatnya untuk selalu beramal dan berkarya, untuk selalu menggunakan pikiran yang diberikan Allah untuk mengolah alam dunia ini menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi kepentingan manusia. Dengan demikian, Islam telah berperan sebagai pendorong manusia untuk “ berbudaya “. Dan dalam satu waktu Islamlah yang meletakkan kaidah, norma dan pedoman. Sampai disini, mungkin bisa dikatakan bahwa kebudayaan itu sendiri, berasal dari agama. Teori seperti ini, nampaknya lebih dekat dengan apa yang dinyatakan Hegel di atas.

c. Sikap Islam terhadap Kebudayaan
Islam, sebagaimana telah diterangkan di atas, datang untuk mengatur dan membimbing masyarakat menuju kepada kehidupan yang baik dan seimbang. Dengan demikian Islam tidaklah datang untuk menghancurkan budaya yang telah dianut suatu masyarakat, akan tetapi dalam waktu yang bersamaan Islam menginginkan agar umat manusia ini jauh dan terhindar dari hal-hal yang yang tidak bermanfaat dan membawa madlarat di dalam kehidupannya, sehingga Islam perlu meluruskan dan membimbing kebudayaan yang berkembang di masyarakat menuju kebudayaan yang beradab dan berkemajuan serta mempertinggi derajat kemanusiaan.
Prinsip semacam ini, sebenarnya telah menjiwai isi Undang-undang Dasar Negara Indonesia, pasal 32, walaupun secara praktik dan perinciannya terdapat perbedaan-perbedaan yang sangat menyolok. Dalam penjelasan UUD pasal 32, disebutkan : “ Usaha kebudayaan harus menuju ke arah kemajuan adab, budaya dan persatuan, dengan tidak menolak bahan-bahan baru dari kebudayaan asing yang dapat memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan bangsa sendiri, serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Idonesia “.
Dari situ, Islam telah membagi budaya menjadi tiga macam :
Pertama : Kebudayaan yang tidak bertentangan dengan Islam.
Dalam kaidah fiqh disebutkan : “ al adatu muhakkamatun “ artinya bahwa adat istiadat dan kebiasaan suatu masyarakat, yang merupakan bagian dari budaya manusia, mempunyai pengaruh di dalam penentuan hukum. Tetapi yang perlu dicatat, bahwa kaidah tersebut hanya berlaku pada hal-hal yang belum ada ketentuannya dalam syareat, seperti ; kadar besar kecilnya mahar dalam pernikahan, di dalam masyarakat Aceh, umpamanya, keluarga wanita biasanya, menentukan jumlah mas kawin sekitar 50-100 gram emas. Dalam Islam budaya itu syah-syah saja, karena Islam tidak menentukan besar kecilnya mahar yang harus diberikan kepada wanita. Menentukan bentuk bangunan Masjid, dibolehkan memakai arsitektur Persia, ataupun arsitektur Jawa yang berbentuk Joglo.
Untuk hal-hal yang sudah ditetapkan ketentuan dan kreterianya di dalam Islam, maka adat istiadat dan kebiasaan suatu masyarakat tidak boleh dijadikan standar hukum. Sebagai contoh adalah apa yang di tulis oleh Ahmad Baaso dalam sebuah harian yang menyatakan bahwa menikah antar agama adalah dibolehkan dalam Islam dengan dalil “ al adatu muhakkamatun “ karena nikah antar agama sudah menjadi budaya suatu masyarakat, maka dibolehkan dengan dasar kaidah di atas. Pernyataan seperti itu tidak benar, karena Islam telah menetapkan bahwa seorang wanita muslimah tidak diperkenankan menikah dengan seorang kafir.
Kedua : Kebudayaan yang sebagian unsurnya bertentangan dengan Islam , kemudian di “ rekonstruksi” sehingga menjadi Islami.Contoh yang paling jelas, adalah tradisi Jahiliyah yang melakukan ibadah haji dengan cara-cara yang bertentangan dengan ajaran Islam , seperti lafadh “ talbiyah “ yang sarat dengan kesyirikan, thowaf di Ka’bah dengan telanjang. Islam datang untuk meronstruksi budaya tersebut, menjadi bentuk “ Ibadah” yang telah ditetapkan aturan-aturannya. Contoh lain adalah kebudayaan Arab untuk melantukan syair-syair Jahiliyah. Oleh Islam kebudayaan tersebut tetap dipertahankan, tetapi direkonstruksi isinya agar sesuai dengan nilai-nilai Islam.
Ketiga: Kebudayaan yang bertentangan dengan Islam.
Seperti, budaya “ ngaben “ yang dilakukan oleh masyarakat Bali. Yaitu upacara pembakaran mayat yang diselenggarakan dalam suasana yang meriah dan gegap gempita, dan secara besar-besaran. Ini dilakukan sebagai bentuk penyempurnaan bagi orang yang meninggal supaya kembali kepada penciptanya. Upacara semacam ini membutuhkan biaya yang sangat besar. Hal yang sama juga dilakukan oleh masyarakat Kalimantan Tengah dengan budaya “tiwah“ , sebuah upacara pembakaran mayat. Bedanya, dalam “ tiwah” ini dilakukan pemakaman jenazah yang berbentuk perahu lesung lebih dahulu. Kemudian kalau sudah tiba masanya, jenazah tersebut akan digali lagi untuk dibakar. Upacara ini berlangsung sampai seminggu atau lebih. Pihak penyelenggara harus menyediakan makanan dan minuman dalam jumlah yang besar , karena disaksikan oleh para penduduk dari desa-desa dalam daerah yang luas. Di daerah Toraja, untuk memakamkan orang yan meninggal, juga memerlukan biaya yang besar. Biaya tersebut digunakan untuk untuk mengadakan hewan kurban yang berupa kerbau. Lain lagi yang dilakukan oleh masyarakat Cilacap, Jawa tengah. Mereka mempunyai budaya “ Tumpeng Rosulan “, yaitu berupa makanan yang dipersembahkan kepada Rosul Allah dan tumpeng lain yang dipersembahkan kepada Nyai Roro Kidul yang menurut masyarakat setempat merupakan penguasa Lautan selatan ( Samudra Hindia ).
Hal-hal di atas merupakan sebagian contoh kebudayaan yang bertentangan dengan ajaran Islam, sehingga umat Islam tidak dibolehkan mengikutinya. Islam melarangnya, karena kebudayaan seperti itu merupakan kebudayaan yang tidak mengarah kepada kemajuan adab, dan persatuan, serta tidak mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia, sebaliknya justru merupakan kebudayaan yang menurunkan derajat kemanusiaan. Karena mengandung ajaran yang menghambur-hamburkan harta untuk hal-hal yang tidak bermanfaat dan menghinakan manusia yang sudah meninggal dunia.
Dalam hal ini al Kamal Ibnu al Himam, salah satu ulama besar madzhab hanafi mengatakan : “ Sesungguhnya nash-nash syareat jauh lebih kuat daripada tradisi masyarakat, karena tradisi masyarakat bisa saja berupa kebatilan yang telah disepakati, seperti apa yang dilakukan sebagian masyarakat kita hari ini, yang mempunyai tradisi meletakkan lilin dan lampu-lampu di kuburan khusus pada malam- malam lebaran. Sedang nash syareat, setelah terbukti ke-autentikannya, maka tidak mungkin mengandung sebuah kebatilan. Dan karena tradisi, hanyalah mengikat masyarakat yang menyakininya, sedang nash syare’at mengikat manusia secara keseluruhan., maka nash jauh lebih kuat. Dan juga, karena tradisi dibolehkan melalui perantara nash, sebagaimana yang tersebut dalam hadits : “ apa yang dinyatakan oleh kaum muslimin baik, maka sesuatu itu baik “
Dari situ, jelas bahwa Islam tidak boleh memusuhi atau merombak kultur lokal, tapi harus memposisikannya sebagai ayat-ayat Tuhan di dunia ini atau fikih tidak memadai untuk memahami seni, adalah tidak benar.

d. Prinsip-prinsip Kebudayaan Islam
Manusia dan kebudayaan tidak dapat dipisahkan, karena keduanya merupakan jaringan yang saling erat dan terkait. Kebudayaan tak aka nada tanpa adnya manusia, dan tidak ada satupun manusia yang sehat lahir dan batin di dunia ini yang tidak memiliki kebudayaan.Kebudayaan berasal dari kata bahasa sansekerta, budhayah, bentuk kata jamak dari kata buddhi yang berarti budi atau akal. Berikut ini adalah beberapa definisi budaya .
• perkembangan dari kata majemuk budi daya yang berarti daya atau kemampuan dari budi atau akal (Koentjaraningrat, 1976).
• daya dari budi yang berupa cipta, karsa, dan rasa, (Djojodiguno, 1958).
Sedangkan beberapa definisi kebudayaan antara lain:
• segala hasil dari cipta, rasa, dan karsa dan rasa itu (Djojodiguno, 1958).
• merupakan hal-hal yang berkaitan dengan akal
• milik khas manusia, bukan ciptaan binatang ataupun tanaman yang tidak mempunyai akal budi (Faisal Ismail, 1997).
• manifestasi dari perwujudan segala aktivitas manusia sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang merupakan perwujudan dari ide, pemikiran, gagasan, nilai-nilai, norma-norma dalam bentuk tindakan dan karya. Karena itu, kebudayaan adalah suatu yang spesifik manusiawi (Abdul Munir Mulkhan, 1996).
Jadi, kebudayaan adalah keseluruhan sistem, gagasan, tindakan dan hasil cipta, karsa dan rasa manusia untuk memenuhi kebutuhan kehidupannya dengan cara belajar, yang semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat.
Islam adalah agama Allah SWT yang bersumber dari wahyu Allah dan Sunnah Rasul-Nya. Sebagaimana firman Allah pada Surat Ali Imran : 19
•     
.Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam.

Islam merupakan sumber nilai, yang memberi corak kebudayaan. Karena itu, kebudayaan Islam bukan kebudayaan yang diciptakan oleh orang Islam atau masyarakat Islam, tetapi bersumber dari ajaran Islam, meskipun ia muncul dari orang islam atau masyarakat non-islam. Artinya, suatu kebudayaan yang muncul di luar masyarakat islam atau diciptakan oleh oleh orang islam luar, tetapi apabila dilihat dari kacamata islam sesuai dengan pesan dan nilai-nilai islam, maka ia dapat dikatakan sebagai kebudayaan islam. Jadi, suatu kebudayaan dikatakan Islam atau tidak, tidak diukur apakah kebudayaan itu diciptakan atau dimunculkan oleh orang atau masyarakat Islam atau non-Islam, tetapi apakah kebudayaan itu sesuai dengan pesan atau nilai-nilai islam atau tidak. Adapun karakteristik kebudayaan Islam adalah sebagai berikut :

1. Rabbaniyah.
Kebudayaan Islam bernuansa Ketuhanan,kebudayaan yang bercampur dengan keimanan secara umum dan ketauhidan secara khusus.
2. Akhlaqiyah
Kebudayaan Islam tidak ada pemisah antara akhlak dengan ilmu, perbuatan, ekonomi, politik, peperangan, serta dengan segi kehidupan lainnya.
3. Insaniyah
Kebudayaan Islam menghormati manusia, memelihara fitrah, kemuliaan dan hak-haknya selain itu tegak atas asumsi bahwa manusia adalah makhluk yang dimuliakan Tuhannya.
4. 'Alamiyah
Kebudayaan Islam bersifat terbuka untuk semua kelompok manusia dan tidak menutup diri. Berkembang secara dinamis sejalan dengan perkembangan intelektualisasi dan kreatifitas manusia.
5. Tasamuh
Islam tidak memaksa orang lain (non muslim) untuk masuk kedalam lingkungan kebudayaan Islam.
6. Tanawwu'
Kebudayaan Islam beraneka warna tidak hanya memuat masalah ketuhanan; tetapi terdapat juga masalah ilmu pengetahuan , kemanusiaan, dan kealaman yang beraneka ragam.
7. Wasathiyah
Kebudayaan Islam mencerminkan sistem pertengahan antara berlebihan dan kekurangan, jasmani dan rohani, hak dan kewajiban, kepentingan pribadi dan kepentingan bersama, serta antara dunia dan akhirat.
8. Takamul
Kebudayaan Islam saling terpadu dan saling mendukung antara kebudayaan Islam lainnya.
9. Bangga terhadap diri sendiri
Bangga terhadap sumber kebudayaan yang berketuhanan, kemanusian dan bernuansa akhlak. Sifat bangga ini menjadikan kebudayaan Islam enggan untuk dipengaruhi dengan yang lain yang menyebabkan hilangnya keistimewaan dan keorisinilannya (Yusuf Al-Qardhawy,2001).
Kebudayaan Islam merupakan kebudayaan yang sesuai dengan nilai-nilai atau norma-norma Islam dan bersumber pada ajaran Islam itu sendiri, antara lain adalah sebagai berikut :

1. Menghormati akal. Kebudayaan Islam menempatkan akal pada posisi yang terhormat dan tidak akan menampilkan hal-hal yang dapat merusak akal manusia
       •                         • 
190. Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,
191. (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka.(Q.S Ali Imran :190-191)
2. Memotivasi untuk menuntut dan meningkatkan ilmu

                                
Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Q.S Al-Mujadalah :11)


3. Menghindari taklid buta. Kebudayaan Islam hendaknya menghantarkan umat manusia untuk tidak menerima sesuatu sebelum teliti, tidak asal mengikuti orang lain tanpa tahu alasannya.
        •         
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. (Q.S Al-Isra :36)


4. Tidak membuat pengrusakan. Kebudayaan Islam boleh dikembangkan seluas-luasnya oleh manusia, namun tetap harus memperhatikan keseimbangan alam agar tidak terjadi kerusakan di muka bumi ini. Prinsip ini diambil dari
                         •     
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.( Q.S. Al-Qashas :77)

e. Masjid Sebagi Pusat Kebudayaan Islam
Secara etimologi, masjid adalah tempat untuk sujud, sedang menurut terminologi masjid diartikan sebagai tempat khusus untuk melakukan aktivitas ibadah dalam arti luas (Muhaimin dan Abd. Mujid,1993). Masjid pertama dibangun pada tanggal 12 Rabiul Awwal tahun pertama Hijriah, yaitu Masjid Quba di Madinah.
Fungsi masjid bukan sekedar tempat untuk solat saja, namun perlu juga diingat bahwa masjid di zaman Nabi berfungsi sebagai pusat peradaban. Masjid digunakan sebagai tempat membaca Al-Qur’an dan Al-Hikmah, sebagai tempat musyawarah perbagai persoalan kaum muslimin, dan membina sikap dasar kaum muslimin terhadap perbedaan agama dan ras hingga upaya-upaya meningkatkan kesejahteraan umat. Masjid dijadikan simbol persatuan umat Islam.
Akan tetapi, masjid mengalami penyempitan fungsi karena adanya intervensi pihak-pihak tertentu yang mempolitisasi masjid sebagai alat untuk memperoleh dan mempertahankan kekuasaan. Masjid hanya mengajari umat tentang belajar baca tulis Al-Qur’an tanpa pengembangan wawasan dan pemikiran Islami dan tempat belajar umat tentang Ilmu Fiqih Ibadah justru lebih sempit lagi yaitu ibadah praktis dari salah satu mazhab. Bahkan masjid-masjid menjadi tempat belajar menghujat dan menyalahkan mazhab-mazhab lain yang berbeda.
Di Indonesia kondisi ini terjadi sejak masa penjajahan Belanda. Saat itu sangat sulit ditemukan masjid yang memiliki program nyata di bidang pencerahan keberagamaan umat dan memiliki kegiatan yang terprogram secara baik dalam pembinaan keberagamaan umat islam.
Pada perkembangan berikutnya muncul kelompok-kelompok yang sadar untuk mengembalikan fungsi masjid sebagaimana mestinya. Di mulai dengan gerakan pesantren kilat di masjid pada awal tahun 1978 dan pengentasan buta huruf Al-Qur’an di awal tahun 1990-an yang mampu mengentaskan buta huruf Al-Qur’an sektar 30% anak-anak TK-SLTP dan 40% siswa SLTA dan mahasiswa.
Paradigma tentang masjid digali dari Al-Qur’an. Jika paradigma yang digunakan adalah Al-Qur’an, maka masjid didirikan berdasarkan takwa, tidak akan pernah berubah dari tujuan dan misinya. Oleh karena itu, tujuan dari pendirian masjid adalah berdasarkan takwa kepada Allah, bukan karena yang lain-lain, sebagaimana firman Allah SWT
                        •  
Dan (di antara orang-orang munafik itu) ada orang-orang yang mendirikan masjid untuk menimbulkan kemudharatan (pada orang-orang mukmin), untuk kekafiran dan untuk memecah belah antara orang-orang mukmin serta menunggu kedatangan orang-orang yang telah memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu. mereka Sesungguhnya bersumpah: "Kami tidak menghendaki selain kebaikan." dan Allah menjadi saksi bahwa Sesungguhnya mereka itu adalah pendusta (dalam sumpahnya). (Qs. At-Taubah 107)

Fungsi masjid pada awal sejarah kebudayaan islam :
1. Sebagai sentral kebudayaan islam.
2. Pusat organisasi kemasyarakatan.
3. Sebagia pusat pendidikan dan tempat melaksanakan ibadah ritual dan I’tikaf.
4. Sebagai tempat pengadilan.
5. Sebagai tempat pertemuan pemimpin militer.
6. Sebagai istana tempat menerima duta asing.
Pendek kata masjid dijadikan sebagai pusat kerohanian dan social politik (Athiyah Al-Abrasyi, 1984). Saat ini fungsi masjid lebih efektif, jika di dalamnya disediakan fasilitas-fasilitas seperti:
1. Perpustakaan, yang menyediakan berbagai buku bacaan dengan berbagai disiplin ilmu.
2. Ruang diskusi, yang digunakan untuk berdiskusi sebelum atau sesudah sholat berjama’ah.
3. Ruang kuliah, baik digunakan untuk pendidikan maupun pelatihan-pelatihan remaja masjid.
Dilihat dari pertumbuhannya, masjid di Indonesia sangat menggembirakan. Dari tahun ke tahun jumlah masjid kian bertambah. Tetapi fungsionalisasinya belum optimal. Oleh karena itu, memfungsikannya secara optimal harus dilakukan. Untuk mengisi kegiatan masjid, menurut Didin Hafidhuddin (1988), dapat dilakukan kegiatan-kegiatan seperti :
1. Menyelenggarakan kajian-kajian keislaman yang teratur dan terarah menuju pembentukan pribadi muslim, keluarga muslim, dan masyarakat muslim.
2. Melaksanakan diskusi, seminar, atau lokakarya tentang masalah-masalah aktual.
3. Mengefektifkan zakat, infaq, dan shadaqah, baik mengumpulkannya maupun membagikannya.
4. Menyelenggarakan training-training keislaman, terutama untuk kegiatan pemuda.
5. Di samping dakwah bil-lisan, dakwah bil-hal juga perlu mendapat perhatian, seperti memberikan santunan bagi jama’ah yang membutuhkan, misalnya karena sakit, kena musibah, dan lain-lain.
6. Mengadakan dakwah melalui buku, brosur, buletin, atau majalah dengan mendirikan taman bacaan atau perpustakaan masjid.
Melalui kegiatan-kegiatan tersebut, diharapkan masjid kembali seperti pada masa Rasulullah SAW, yang tidak hanya berfungsi sebagai tempat melakukan ibadah semata, tetapi berfungsi juga sebagai pusat kebudayaan umat islam.

f. Nilai-nilai Islam dan Budaya di Indonesia
Bangsa Indonesia tang terdiri atas beberapa suku bangsa, agama, dan kebudataan lokal perlu menumbuhkan dua macam sistem budaya yang sama-sama dikembangkan. Kedua sistem budaya itu adalah: sistem budaya nasional dan sistem budaya daerah/etnik (Wardiman Djojonegoro, 1996)
Sistem budaya nasional adalah sesuatu yang relatif baru dan sedang dalam proses pembentukan. Sementara itu, bangsa Indonesia terdiri atas banyak suku bangsa dengan sistem budaya etnik-lokal masing-masing. Sistem-sistem budaya yang otonom itu ditandai oleh pewarisan nilai-nilai melalui tradisi. Nilai-nilai tersebut telah berakar kuat dalam masyarakat yang bersangkutan.
Dalam perkembangan budaya nasional, kebudayaan etnik-lokal ini sering kali berfungsi sebagai sumber atau sebagai acuan dalam penciptaan-penciptaan baru, yang kemudian ditampilkan dalam perkehidupan lintas budaya.
Islam yang merupakan agama bagi mayoritas penduduk Indonesia memiliki peran besar dalam perkembangan kebudayaan Indonesia. Bahkan dalam perkembangan kebudayaan daerah terlihat betapa nilai-nilai islam telah menyatu dengan nilai-nilai disebagian daerah di wilayah tanah air. Sementara itu dalam pengembangan budaya nasional peran islan dalam terbentuknya wawasan persatuan dan kesatuan bangsa telah dibuktikan dalam sejarah. Islam dapat menjadi penghubung bagi kebudayaan daerah tang sebagian besar masyarakatnya adadlah muslim.
Salah satu yang menjadi modal dasar bagi umat islam dalam mempersiapkan budaya adalah doktrin islam tentang hubungan antara agama dan ilmu, antara iman dan akal.
Islam masuk ke Indonesia lengkap dengan budayanya. Karena Islam bersal dari negri Arab, maka Islam yang masuk ke Indonesia tidak terlepas dari budaya Arabnya.
Nabi Muhammad SAW adalah seorang Rasul Allah dan haru diingat bahwa beliau adalah orang Arab. Dalam kajian budaya sudah barang tentu apa yang ditampilkan dalam perilaku kehidupannya terdapat nilai-nilai budaya lokal. Sedangkan nilai-nilai Islam itu bersifat universal.
Corak dan potongan baju jang dikenakan oleh Rasulullah merupakan budaya yang ditampilkan oleh orang Arab. Yang menjadi ajarannya adalah menutup aurat, kesederhanaan, kebersihan dan kenyamanan. Sedangkan bentuk dan mode pakaian yang dikenakan umat islam boleh saja berbeda dengan yang dikenakan oleh Nabi SAW. Esensi ajarannya adalah bahwa segala sesuatu tidaklah berlebih-lebihan.
Dalam perkembangannya dakwah Islam di Indonesia, para penyiar agama mendakwahkan ajaran Islam melalui bahasa budaya, sebagaimana yang dilakukan oleh para wali di tanah Jawa. Bahasa Al-Qur’an atau Arab sudah banyak diserap ke dalam bahasa daerah bahkan kedalam bahasa Indonesia baku. Semua itu tanpa disadari bahwa apa yang dilakukukannya merupakan bagian dari ajaran Islam.
Tugas berikutnya para intelektual Muslim adalah menjelaskan secara sistematis dan melanjutkan upaya penetrasi yang sudah dilakukan oleh para pendahulunya.
Integrasi nilai-nilai Islam ke dalam tatanan kehidupan bangsa Indonesia ternyata tidak sekedar masuk pada aspek budaya semata tetapi sudah masuk ke wilayah hukum. Sebagai contoh dalam hukum keluarga (ahwal syakhsiyah) masalah waris, masalah pernikahan dan lain-lain. Mereka tidak sadar bahwa nilai-nilai Islam masuk ke wilayah hukum yang berlaku di Indonesia. Oleh sebab itu Munawir Sadzali berani mengatakan bahwa hukum Islam sebagian besar sudah berlaku di Indonesia, tinggal masalah pidana saja yang belum dapat dilakukan

SISTEM KEBUDAYAAN ISLAM

a. Konsep dalam Kebudayaan Islam
Al-Quran memandang kebudayaan itu merupakan suatu proses dan meletakkanya sebagai eksistensi hidup manusia. Kebudayaan merupakan suatu totalitas kegiatan manusia yang meliputi kegiatan akal, hati dan tubuh yang menyatu dalam suatu perbuatan. Karena itu secara umum kebudayaan dapat dipahami sebagai hasil olah akal, budi, cipta, rsa, dan karsa manusia. Ia tidak mungkin terlepas dari nilai-nilai kemanusiaan, namun bisa jadi lepas dari nilai-nilai ketuhanan.
Kebudayaan islam merupakan hasil olah akal, budi, cipta, rasa, karsa dan karya manusia yang berdasarkan pada nilai-nilai tauhid. Islam sangat menghargai akal manusia untuk berkiprah dan berkembang. Hasil olah akal, budi, rasa dan karsa yang telah terseleksi oleh nilai-nilai kemanusiaan yang berkembang menjadi suatu peradaban.
Dalam perkembanganya perlu dibimbing oleh wahyu dan aturan-aturan yang mengikat agar tidak terperangkap dalam pada ambisi yang bersumber dari nafsu hewani, sehingga merugikan dirinya sendiri. Disini agama berfungsi untuk membimbing manusia dalam mengembangkan akal udinya sehingga meghasilkan kebudayaan yang beradab atau peradaban islam.
Sehubungan daengan hasil perkembangan kebudayaan yang dilandasi nilai-nilai ketuhanan atau disebut dengan sebagai peradaban islam, maka funsi-fungsi agama disini semakin jelas. Ketika perkembangan dari dinamika kehidupan umat manusia itu sendiri mengalami kebekuan karena keterbatasan dalam memecahkan persoalan kehidupanya sendiri, disini sangat terasa akan perlunya suatu bimbingan wahyu.
Kebudayaan itu akan terus berkembang, tidak akan punah berhenti selama masih ada kehidupan manusia. Segala sesuatu yang berkaitan dengan aktifitas dan kreaktifitas manusia, baik dalam konteks hubungan dengan sesamanya, maupun dengan alam lingkunganya, akan selalu terkait dengan kebudayaan oranglain. Disini menunjukkan bahwa manusia adalahmakhluk budaya dan makhluk sosialyang tidak akan pernah berhenti dari aktifitasnya dan tidak akan pernah bisa hidup tanpa bantuan orang lain. Kebudayaan baru akan berhenti apabila manusia sudah tidak sanggup lagi menggunakan akal budinya.



Allah mengutus para rasul dari jenis manusia dan dari kaumnya sendiri karena yang akan menjadi sasaran dakwahnya adalah umat manusia. Firman Allah SWT:
         
Kami tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka…..

Oleh sebab itu misi utama kerasulan Muhammad SAW, adalah untuk memberikan bimbingan pada umat manusia agar dalam mengembangkan kebudayaanya tidak terlepas diri dari nilai-nilai kettuhanan sebagaimana sabdanya:
“Sesungguhnya aku diutus Allah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia” (H.R. Ahmad)
Artinya Nabi Muhammad SAW, mempunyai tugas pokok untuk membimbing manusia agar mengembangkan kebudayaan sesuai dengan petunjuk Allah. Sebelum Nabi diutus bangsa Arab sudah cukup berbudaya tetapi budaya yang dikembangkanya terlepas dari nilai-nilai ketaukidtan yang bersifat universal. Landasan pengembangan kebudayaan mereka dalah hawa nafsu.

b. Hubungan Islam dan Budaya
Untuk mengetahui sejauh mana hubungan antara agama ( termasuk Islam ) dengan budaya, kita perlu menjawab pertanyaan-pertanyaan di bawah ini : mengapa manusia cenderung memelihara kebudayaan, dari manakah desakan yang menggerakkan manusia untuk berkarya, berpikir dan bertindak ? Apakah yang mendorong mereka untuk selalu merubah alam dan lingkungan ini menjadi lebih baik ?
Sebagian ahli kebudayaan memandang bahwa kecenderungan untuk berbudaya merupakan dinamik ilahi. Bahkan menurut Hegel, keseluruhan karya sadar insani yang berupa ilmu, tata hukum, tatanegara, kesenian, dan filsafat tak lain daripada proses realisasidiri dari roh ilahi. Sebaliknya sebagian ahli, seperti Pater Jan Bakker, dalam bukunya “Filsafat Kebudayaan” menyatakan bahwa tidak ada hubungannya antara agama dan budaya, karena menurutnya, bahwa agama merupakan keyakinan hidup rohaninya pemeluknya, sebagai jawaban atas panggilan ilahi. Keyakinan ini disebut Iman, dan Iman merupakan pemberian dari Tuhan, sedang kebudayaan merupakan karya manusia. Sehingga keduanya tidak bisa ditemukan. Adapun menurut para ahli Antropologi, sebagaimana yang diungkapkan oleh Drs. Heddy S. A. Putra, MA bahwa agama merupakan salah satu unsur kebudayaan. Hal itu, karena para ahli Antropologi mengatakan bahwa manusia mempunyai akal-pikiran dan mempunyai sistem pengetahuan yang digunakan untuk menafsirkan berbagai gejala serta simbol-simbol agama. Pemahaman manusia sangat terbatas dan tidak mampu mencapai hakekat dari ayat-ayat dalam kitab suci masing- masing agama. Mereka hanya dapat menafsirkan ayat-ayat suci tersebut sesuai dengan kemampuan yang ada.
Di sinilah, , bahwa agama telah menjadi hasil kebudayaan manusia. Berbagai tingkah laku keagamaan, masih menurut ahli antropogi,bukanlah diatur oleh ayat- ayat dari kitab suci, melainkan oleh interpretasi mereka terhadap ayat-ayat suci tersebut.
Dari keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa para ahli kebudayaan mempunyai pendapat yang berbeda di dalam memandang hubungan antara agama dan kebudayaan. Kelompok pertama menganggap bahwa Agama merupakan sumber kebudayaaan atau dengan kata lain bahwa kebudayaan merupakan bentuk nyata dari agama itu sendiri. Pendapat ini diwakili oleh Hegel. Kelompok kedua, yang di wakili oleh Pater Jan Bakker, menganggap bahwa kebudayaan tidak ada hubungannya sama sekali dengan agama. Dan kelompok ketiga, yeng menganggap bahwa agama merupakan bagian dari kebudayaan itu sendiri.
Untuk melihat manusia dan kebudayaannya, Islam tidaklah memandangnya dari satu sisi saja. Islam memandang bahwa manusia mempunyai dua unsur penting, yaitu unsur tanah dan unsur ruh yang ditiupkan Allah kedalam tubuhnya. Ini sangat terlihat jelas di dalam firman Allah Qs As Sajdah 7-9 : “ ( Allah)-lah Yang memulai penciptaan manusia dari tanah, kemudian Dia menciptakan keturunannya dari saripati air yan hina ( air mani ). Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam ( tubuh )-nya roh ( ciptaan)-Nya “
Selain menciptakan manusia, Allah swt juga menciptakan makhluk yang bernama Malaikat, yang hanya mampu mengerjakan perbuatan baik saja, karena diciptakan dari unsur cahaya. Dan juga menciptakan Syetan atau Iblis yang hanya bisa berbuat jahat , karena diciptkan dari api. Sedangkan manusia, sebagaimana tersebut di atas, merupakan gabungan dari unsur dua makhluk tersebut.
Dalam suatu hadits disebutkan bahwa manusia ini mempunyai dua pembisik ; pembisik dari malaikat , sebagi aplikasi dari unsur ruh yang ditiupkan Allah, dan pembisik dari syetan, sebagai aplikasi dari unsur tanah. Kedua unsur yang terdapat dalam tubuh manusia tersebut, saling bertentangan dan tarik menarik. Ketika manusia melakukan kebajikan dan perbuatan baik, maka unsur malaikatlah yang menang, sebaliknya ketika manusia berbuat asusila, bermaksiat dan membuat kerusakan di muka bumi ini, maka unsur syetanlah yang menang. Oleh karena itu, selain memberikan bekal, kemauan dan kemampuan yang berupa pendengaran, penglihatan dan hati, Allah juga memberikan petunjuk dan pedoman, agar manusia mampu menggunakan kenikmatan tersebut untuk beribadat dan berbuat baik di muka bumi ini.
Allah telah memberikan kepada manusia sebuah kemampuan dan kebebasan untuk berkarya, berpikir dan menciptakan suatu kebudayaan. Di sini, Islam mengakui bahwa budaya merupakan hasil karya manusia. Sedang agama adalah pemberian Allah untuk kemaslahatan manusia itu sendiri. Yaitu suatu pemberian Allah kepada manusia untuk mengarahkan dan membimbing karya-karya manusia agar bermanfaat, berkemajuan, mempunyai nilai positif dan mengangkat harkat manusia. Islam mengajarkan kepada umatnya untuk selalu beramal dan berkarya, untuk selalu menggunakan pikiran yang diberikan Allah untuk mengolah alam dunia ini menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi kepentingan manusia. Dengan demikian, Islam telah berperan sebagai pendorong manusia untuk “ berbudaya “. Dan dalam satu waktu Islamlah yang meletakkan kaidah, norma dan pedoman. Sampai disini, mungkin bisa dikatakan bahwa kebudayaan itu sendiri, berasal dari agama. Teori seperti ini, nampaknya lebih dekat dengan apa yang dinyatakan Hegel di atas.








c. Sikap Islam terhadap Kebudayaan
Islam, sebagaimana telah diterangkan di atas, datang untuk mengatur dan membimbing masyarakat menuju kepada kehidupan yang baik dan seimbang. Dengan demikian Islam tidaklah datang untuk menghancurkan budaya yang telah dianut suatu masyarakat, akan tetapi dalam waktu yang bersamaan Islam menginginkan agar umat manusia ini jauh dan terhindar dari hal-hal yang yang tidak bermanfaat dan membawa madlarat di dalam kehidupannya, sehingga Islam perlu meluruskan dan membimbing kebudayaan yang berkembang di masyarakat menuju kebudayaan yang beradab dan berkemajuan serta mempertinggi derajat kemanusiaan.
Prinsip semacam ini, sebenarnya telah menjiwai isi Undang-undang Dasar Negara Indonesia, pasal 32, walaupun secara praktik dan perinciannya terdapat perbedaan-perbedaan yang sangat menyolok. Dalam penjelasan UUD pasal 32, disebutkan : “ Usaha kebudayaan harus menuju ke arah kemajuan adab, budaya dan persatuan, dengan tidak menolak bahan-bahan baru dari kebudayaan asing yang dapat memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan bangsa sendiri, serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Idonesia “.
Dari situ, Islam telah membagi budaya menjadi tiga macam :
Pertama : Kebudayaan yang tidak bertentangan dengan Islam.
Dalam kaidah fiqh disebutkan : “ al adatu muhakkamatun “ artinya bahwa adat istiadat dan kebiasaan suatu masyarakat, yang merupakan bagian dari budaya manusia, mempunyai pengaruh di dalam penentuan hukum. Tetapi yang perlu dicatat, bahwa kaidah tersebut hanya berlaku pada hal-hal yang belum ada ketentuannya dalam syareat, seperti ; kadar besar kecilnya mahar dalam pernikahan, di dalam masyarakat Aceh, umpamanya, keluarga wanita biasanya, menentukan jumlah mas kawin sekitar 50-100 gram emas. Dalam Islam budaya itu syah-syah saja, karena Islam tidak menentukan besar kecilnya mahar yang harus diberikan kepada wanita. Menentukan bentuk bangunan Masjid, dibolehkan memakai arsitektur Persia, ataupun arsitektur Jawa yang berbentuk Joglo.
Untuk hal-hal yang sudah ditetapkan ketentuan dan kreterianya di dalam Islam, maka adat istiadat dan kebiasaan suatu masyarakat tidak boleh dijadikan standar hukum. Sebagai contoh adalah apa yang di tulis oleh Ahmad Baaso dalam sebuah harian yang menyatakan bahwa menikah antar agama adalah dibolehkan dalam Islam dengan dalil “ al adatu muhakkamatun “ karena nikah antar agama sudah menjadi budaya suatu masyarakat, maka dibolehkan dengan dasar kaidah di atas. Pernyataan seperti itu tidak benar, karena Islam telah menetapkan bahwa seorang wanita muslimah tidak diperkenankan menikah dengan seorang kafir.
Kedua : Kebudayaan yang sebagian unsurnya bertentangan dengan Islam , kemudian di “ rekonstruksi” sehingga menjadi Islami.Contoh yang paling jelas, adalah tradisi Jahiliyah yang melakukan ibadah haji dengan cara-cara yang bertentangan dengan ajaran Islam , seperti lafadh “ talbiyah “ yang sarat dengan kesyirikan, thowaf di Ka’bah dengan telanjang. Islam datang untuk meronstruksi budaya tersebut, menjadi bentuk “ Ibadah” yang telah ditetapkan aturan-aturannya. Contoh lain adalah kebudayaan Arab untuk melantukan syair-syair Jahiliyah. Oleh Islam kebudayaan tersebut tetap dipertahankan, tetapi direkonstruksi isinya agar sesuai dengan nilai-nilai Islam.
Ketiga: Kebudayaan yang bertentangan dengan Islam.
Seperti, budaya “ ngaben “ yang dilakukan oleh masyarakat Bali. Yaitu upacara pembakaran mayat yang diselenggarakan dalam suasana yang meriah dan gegap gempita, dan secara besar-besaran. Ini dilakukan sebagai bentuk penyempurnaan bagi orang yang meninggal supaya kembali kepada penciptanya. Upacara semacam ini membutuhkan biaya yang sangat besar. Hal yang sama juga dilakukan oleh masyarakat Kalimantan Tengah dengan budaya “tiwah“ , sebuah upacara pembakaran mayat. Bedanya, dalam “ tiwah” ini dilakukan pemakaman jenazah yang berbentuk perahu lesung lebih dahulu. Kemudian kalau sudah tiba masanya, jenazah tersebut akan digali lagi untuk dibakar. Upacara ini berlangsung sampai seminggu atau lebih. Pihak penyelenggara harus menyediakan makanan dan minuman dalam jumlah yang besar , karena disaksikan oleh para penduduk dari desa-desa dalam daerah yang luas. Di daerah Toraja, untuk memakamkan orang yan meninggal, juga memerlukan biaya yang besar. Biaya tersebut digunakan untuk untuk mengadakan hewan kurban yang berupa kerbau. Lain lagi yang dilakukan oleh masyarakat Cilacap, Jawa tengah. Mereka mempunyai budaya “ Tumpeng Rosulan “, yaitu berupa makanan yang dipersembahkan kepada Rosul Allah dan tumpeng lain yang dipersembahkan kepada Nyai Roro Kidul yang menurut masyarakat setempat merupakan penguasa Lautan selatan ( Samudra Hindia ).
Hal-hal di atas merupakan sebagian contoh kebudayaan yang bertentangan dengan ajaran Islam, sehingga umat Islam tidak dibolehkan mengikutinya. Islam melarangnya, karena kebudayaan seperti itu merupakan kebudayaan yang tidak mengarah kepada kemajuan adab, dan persatuan, serta tidak mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia, sebaliknya justru merupakan kebudayaan yang menurunkan derajat kemanusiaan. Karena mengandung ajaran yang menghambur-hamburkan harta untuk hal-hal yang tidak bermanfaat dan menghinakan manusia yang sudah meninggal dunia.
Dalam hal ini al Kamal Ibnu al Himam, salah satu ulama besar madzhab hanafi mengatakan : “ Sesungguhnya nash-nash syareat jauh lebih kuat daripada tradisi masyarakat, karena tradisi masyarakat bisa saja berupa kebatilan yang telah disepakati, seperti apa yang dilakukan sebagian masyarakat kita hari ini, yang mempunyai tradisi meletakkan lilin dan lampu-lampu di kuburan khusus pada malam- malam lebaran. Sedang nash syareat, setelah terbukti ke-autentikannya, maka tidak mungkin mengandung sebuah kebatilan. Dan karena tradisi, hanyalah mengikat masyarakat yang menyakininya, sedang nash syare’at mengikat manusia secara keseluruhan., maka nash jauh lebih kuat. Dan juga, karena tradisi dibolehkan melalui perantara nash, sebagaimana yang tersebut dalam hadits : “ apa yang dinyatakan oleh kaum muslimin baik, maka sesuatu itu baik “
Dari situ, jelas bahwa Islam tidak boleh memusuhi atau merombak kultur lokal, tapi harus memposisikannya sebagai ayat-ayat Tuhan di dunia ini atau fikih tidak memadai untuk memahami seni, adalah tidak benar.



d. Prinsip-prinsip Kebudayaan Islam

Manusia dan kebudayaan tidak dapat dipisahkan, karena keduanya merupakan jaringan yang saling erat dan terkait. Kebudayaan tak aka nada tanpa adnya manusia, dan tidak ada satupun manusia yang sehat lahir dan batin di dunia ini yang tidak memiliki kebudayaan.Kebudayaan berasal dari kata bahasa sansekerta, budhayah, bentuk kata jamak dari kata buddhi yang berarti budi atau akal. Berikut ini adalah beberapa definisi budaya .
• perkembangan dari kata majemuk budi daya yang berarti daya atau kemampuan dari budi atau akal (Koentjaraningrat, 1976).
• daya dari budi yang berupa cipta, karsa, dan rasa, (Djojodiguno, 1958).

Sedangkan beberapa definisi kebudayaan antara lain:
• segala hasil dari cipta, rasa, dan karsa dan rasa itu (Djojodiguno, 1958).
• merupakan hal-hal yang berkaitan dengan akal
• milik khas manusia, bukan ciptaan binatang ataupun tanaman yang tidak mempunyai akal budi (Faisal Ismail, 1997).
• manifestasi dari perwujudan segala aktivitas manusia sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang merupakan perwujudan dari ide, pemikiran, gagasan, nilai-nilai, norma-norma dalam bentuk tindakan dan karya. Karena itu, kebudayaan adalah suatu yang spesifik manusiawi (Abdul Munir Mulkhan, 1996).

Jadi, kebudayaan adalah keseluruhan sistem, gagasan, tindakan dan hasil cipta, karsa dan rasa manusia untuk memenuhi kebutuhan kehidupannya dengan cara belajar, yang semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat.
Islam adalah agama Allah SWT yang bersumber dari wahyu Allah dan Sunnah Rasul-Nya. Sebagaimana firman Allah pada Surat Ali Imran : 19
•     
.Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam.

Islam merupakan sumber nilai, yang memberi corak kebudayaan. Karena itu, kebudayaan Islam bukan kebudayaan yang diciptakan oleh orang Islam atau masyarakat Islam, tetapi bersumber dari ajaran Islam, meskipun ia muncul dari orang islam atau masyarakat non-islam. Artinya, suatu kebudayaan yang muncul di luar masyarakat islam atau diciptakan oleh oleh orang islam luar, tetapi apabila dilihat dari kacamata islam sesuai dengan pesan dan nilai-nilai islam, maka ia dapat dikatakan sebagai kebudayaan islam. Jadi, suatu kebudayaan dikatakan Islam atau tidak, tidak diukur apakah kebudayaan itu diciptakan atau dimunculkan oleh orang atau masyarakat Islam atau non-Islam, tetapi apakah kebudayaan itu sesuai dengan pesan atau nilai-nilai islam atau tidak. Adapun karakteristik kebudayaan Islam adalah sebagai berikut :

1. Rabbaniyah.
Kebudayaan Islam bernuansa Ketuhanan,kebudayaan yang bercampur dengan keimanan secara umum dan ketauhidan secara khusus.
2. Akhlaqiyah
Kebudayaan Islam tidak ada pemisah antara akhlak dengan ilmu, perbuatan, ekonomi, politik, peperangan, serta dengan segi kehidupan lainnya.
3. Insaniyah
Kebudayaan Islam menghormati manusia, memelihara fitrah, kemuliaan dan hak-haknya selain itu tegak atas asumsi bahwa manusia adalah makhluk yang dimuliakan Tuhannya.
4. 'Alamiyah
Kebudayaan Islam bersifat terbuka untuk semua kelompok manusia dan tidak menutup diri. Berkembang secara dinamis sejalan dengan perkembangan intelektualisasi dan kreatifitas manusia.
5. Tasamuh
Islam tidak memaksa orang lain (non muslim) untuk masuk kedalam lingkungan kebudayaan Islam.
6. Tanawwu'
Kebudayaan Islam beraneka warna tidak hanya memuat masalah ketuhanan; tetapi terdapat juga masalah ilmu pengetahuan , kemanusiaan, dan kealaman yang beraneka ragam.
7. Wasathiyah
Kebudayaan Islam mencerminkan sistem pertengahan antara berlebihan dan kekurangan, jasmani dan rohani, hak dan kewajiban, kepentingan pribadi dan kepentingan bersama, serta antara dunia dan akhirat.
8. Takamul
Kebudayaan Islam saling terpadu dan saling mendukung antara kebudayaan Islam lainnya.
9. Bangga terhadap diri sendiri
Bangga terhadap sumber kebudayaan yang berketuhanan, kemanusian dan bernuansa akhlak. Sifat bangga ini menjadikan kebudayaan Islam enggan untuk dipengaruhi dengan yang lain yang menyebabkan hilangnya keistimewaan dan keorisinilannya (Yusuf Al-Qardhawy,2001).






Kebudayaan Islam merupakan kebudayaan yang sesuai dengan nilai-nilai atau norma-norma Islam dan bersumber pada ajaran Islam itu sendiri, antara lain adalah sebagai berikut :

1. Menghormati akal. Kebudayaan Islam menempatkan akal pada posisi yang terhormat dan tidak akan menampilkan hal-hal yang dapat merusak akal manusia
       •                         • 
190. Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,
191. (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka.(Q.S Ali Imran :190-191)
2. Memotivasi untuk menuntut dan meningkatkan ilmu
                                
Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Q.S Al-Mujadalah :11)


3. Menghindari taklid buta. Kebudayaan Islam hendaknya menghantarkan umat manusia untuk tidak menerima sesuatu sebelum teliti, tidak asal mengikuti orang lain tanpa tahu alasannya.
        •         
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. (Q.S Al-Isra :36)


4. Tidak membuat pengrusakan. Kebudayaan Islam boleh dikembangkan seluas-luasnya oleh manusia, namun tetap harus memperhatikan keseimbangan alam agar tidak terjadi kerusakan di muka bumi ini. Prinsip ini diambil dari
                         •     
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.( Q.S. Al-Qashas :77)

e. Masjid Sebagi Pusat Kebudayaan Islam
Secara etimologi, masjid adalah tempat untuk sujud, sedang menurut terminologi masjid diartikan sebagai tempat khusus untuk melakukan aktivitas ibadah dalam arti luas (Muhaimin dan Abd. Mujid,1993). Masjid pertama dibangun pada tanggal 12 Rabiul Awwal tahun pertama Hijriah, yaitu Masjid Quba di Madinah.
Fungsi masjid bukan sekedar tempat untuk solat saja, namun perlu juga diingat bahwa masjid di zaman Nabi berfungsi sebagai pusat peradaban. Masjid digunakan sebagai tempat membaca Al-Qur’an dan Al-Hikmah, sebagai tempat musyawarah perbagai persoalan kaum muslimin, dan membina sikap dasar kaum muslimin terhadap perbedaan agama dan ras hingga upaya-upaya meningkatkan kesejahteraan umat. Masjid dijadikan simbol persatuan umat Islam.
Akan tetapi, masjid mengalami penyempitan fungsi karena adanya intervensi pihak-pihak tertentu yang mempolitisasi masjid sebagai alat untuk memperoleh dan mempertahankan kekuasaan. Masjid hanya mengajari umat tentang belajar baca tulis Al-Qur’an tanpa pengembangan wawasan dan pemikiran Islami dan tempat belajar umat tentang Ilmu Fiqih Ibadah justru lebih sempit lagi yaitu ibadah praktis dari salah satu mazhab. Bahkan masjid-masjid menjadi tempat belajar menghujat dan menyalahkan mazhab-mazhab lain yang berbeda.
Di Indonesia kondisi ini terjadi sejak masa penjajahan Belanda. Saat itu sangat sulit ditemukan masjid yang memiliki program nyata di bidang pencerahan keberagamaan umat dan memiliki kegiatan yang terprogram secara baik dalam pembinaan keberagamaan umat islam.
Pada perkembangan berikutnya muncul kelompok-kelompok yang sadar untuk mengembalikan fungsi masjid sebagaimana mestinya. Di mulai dengan gerakan pesantren kilat di masjid pada awal tahun 1978 dan pengentasan buta huruf Al-Qur’an di awal tahun 1990-an yang mampu mengentaskan buta huruf Al-Qur’an sektar 30% anak-anak TK-SLTP dan 40% siswa SLTA dan mahasiswa.
Paradigma tentang masjid digali dari Al-Qur’an. Jika paradigma yang digunakan adalah Al-Qur’an, maka masjid didirikan berdasarkan takwa, tidak akan pernah berubah dari tujuan dan misinya. Oleh karena itu, tujuan dari pendirian masjid adalah berdasarkan takwa kepada Allah, bukan karena yang lain-lain, sebagaimana firman Allah SWT
                        •  
Dan (di antara orang-orang munafik itu) ada orang-orang yang mendirikan masjid untuk menimbulkan kemudharatan (pada orang-orang mukmin), untuk kekafiran dan untuk memecah belah antara orang-orang mukmin serta menunggu kedatangan orang-orang yang telah memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu. mereka Sesungguhnya bersumpah: "Kami tidak menghendaki selain kebaikan." dan Allah menjadi saksi bahwa Sesungguhnya mereka itu adalah pendusta (dalam sumpahnya). (Qs. At-Taubah 107)

Fungsi masjid pada awal sejarah kebudayaan islam :
1. Sebagai sentral kebudayaan islam.
2. Pusat organisasi kemasyarakatan.
3. Sebagia pusat pendidikan dan tempat melaksanakan ibadah ritual dan I’tikaf.
4. Sebagai tempat pengadilan.
5. Sebagai tempat pertemuan pemimpin militer.
6. Sebagai istana tempat menerima duta asing.
Pendek kata masjid dijadikan sebagai pusat kerohanian dan social politik (Athiyah Al-Abrasyi, 1984). Saat ini fungsi masjid lebih efektif, jika di dalamnya disediakan fasilitas-fasilitas seperti:
1. Perpustakaan, yang menyediakan berbagai buku bacaan dengan berbagai disiplin ilmu.
2. Ruang diskusi, yang digunakan untuk berdiskusi sebelum atau sesudah sholat berjama’ah.
3. Ruang kuliah, baik digunakan untuk pendidikan maupun pelatihan-pelatihan remaja masjid.
Dilihat dari pertumbuhannya, masjid di Indonesia sangat menggembirakan. Dari tahun ke tahun jumlah masjid kian bertambah. Tetapi fungsionalisasinya belum optimal. Oleh karena itu, memfungsikannya secara optimal harus dilakukan. Untuk mengisi kegiatan masjid, menurut Didin Hafidhuddin (1988), dapat dilakukan kegiatan-kegiatan seperti :
1. Menyelenggarakan kajian-kajian keislaman yang teratur dan terarah menuju pembentukan pribadi muslim, keluarga muslim, dan masyarakat muslim.
2. Melaksanakan diskusi, seminar, atau lokakarya tentang masalah-masalah aktual.
3. Mengefektifkan zakat, infaq, dan shadaqah, baik mengumpulkannya maupun membagikannya.
4. Menyelenggarakan training-training keislaman, terutama untuk kegiatan pemuda.
5. Di samping dakwah bil-lisan, dakwah bil-hal juga perlu mendapat perhatian, seperti memberikan santunan bagi jama’ah yang membutuhkan, misalnya karena sakit, kena musibah, dan lain-lain.
6. Mengadakan dakwah melalui buku, brosur, buletin, atau majalah dengan mendirikan taman bacaan atau perpustakaan masjid.
Melalui kegiatan-kegiatan tersebut, diharapkan masjid kembali seperti pada masa Rasulullah SAW, yang tidak hanya berfungsi sebagai tempat melakukan ibadah semata, tetapi berfungsi juga sebagai pusat kebudayaan umat islam.

f. Nilai-nilai Islam dan Budaya di Indonesia
Bangsa Indonesia tang terdiri atas beberapa suku bangsa, agama, dan kebudataan lokal perlu menumbuhkan dua macam sistem budaya yang sama-sama dikembangkan. Kedua sistem budaya itu adalah: sistem budaya nasional dan sistem budaya daerah/etnik (Wardiman Djojonegoro, 1996)
Sistem budaya nasional adalah sesuatu yang relatif baru dan sedang dalam proses pembentukan. Sementara itu, bangsa Indonesia terdiri atas banyak suku bangsa dengan sistem budaya etnik-lokal masing-masing. Sistem-sistem budaya yang otonom itu ditandai oleh pewarisan nilai-nilai melalui tradisi. Nilai-nilai tersebut telah berakar kuat dalam masyarakat yang bersangkutan.
Dalam perkembangan budaya nasional, kebudayaan etnik-lokal ini sering kali berfungsi sebagai sumber atau sebagai acuan dalam penciptaan-penciptaan baru, yang kemudian ditampilkan dalam perkehidupan lintas budaya.
Islam yang merupakan agama bagi mayoritas penduduk Indonesia memiliki peran besar dalam perkembangan kebudayaan Indonesia. Bahkan dalam perkembangan kebudayaan daerah terlihat betapa nilai-nilai islam telah menyatu dengan nilai-nilai disebagian daerah di wilayah tanah air. Sementara itu dalam pengembangan budaya nasional peran islan dalam terbentuknya wawasan persatuan dan kesatuan bangsa telah dibuktikan dalam sejarah. Islam dapat menjadi penghubung bagi kebudayaan daerah tang sebagian besar masyarakatnya adadlah muslim.
Salah satu yang menjadi modal dasar bagi umat islam dalam mempersiapkan budaya adalah doktrin islam tentang hubungan antara agama dan ilmu, antara iman dan akal.
Islam masuk ke Indonesia lengkap dengan budayanya. Karena Islam bersal dari negri Arab, maka Islam yang masuk ke Indonesia tidak terlepas dari budaya Arabnya.
Nabi Muhammad SAW adalah seorang Rasul Allah dan haru diingat bahwa beliau adalah orang Arab. Dalam kajian budaya sudah barang tentu apa yang ditampilkan dalam perilaku kehidupannya terdapat nilai-nilai budaya lokal. Sedangkan nilai-nilai Islam itu bersifat universal.
Corak dan potongan baju jang dikenakan oleh Rasulullah merupakan budaya yang ditampilkan oleh orang Arab. Yang menjadi ajarannya adalah menutup aurat, kesederhanaan, kebersihan dan kenyamanan. Sedangkan bentuk dan mode pakaian yang dikenakan umat islam boleh saja berbeda dengan yang dikenakan oleh Nabi SAW. Esensi ajarannya adalah bahwa segala sesuatu tidaklah berlebih-lebihan.
Dalam perkembangannya dakwah Islam di Indonesia, para penyiar agama mendakwahkan ajaran Islam melalui bahasa budaya, sebagaimana yang dilakukan oleh para wali di tanah Jawa. Bahasa Al-Qur’an atau Arab sudah banyak diserap ke dalam bahasa daerah bahkan kedalam bahasa Indonesia baku. Semua itu tanpa disadari bahwa apa yang dilakukukannya merupakan bagian dari ajaran Islam.
Tugas berikutnya para intelektual Muslim adalah menjelaskan secara sistematis dan melanjutkan upaya penetrasi yang sudah dilakukan oleh para pendahulunya.
Integrasi nilai-nilai Islam ke dalam tatanan kehidupan bangsa Indonesia ternyata tidak sekedar masuk pada aspek budaya semata tetapi sudah masuk ke wilayah hukum. Sebagai contoh dalam hukum keluarga (ahwal syakhsiyah) masalah waris, masalah pernikahan dan lain-lain. Mereka tidak sadar bahwa nilai-nilai Islam masuk ke wilayah hukum yang berlaku di Indonesia. Oleh sebab itu Munawir Sadzali berani mengatakan bahwa hukum Islam sebagian besar sudah berlaku di Indonesia, tinggal masalah pidana saja yang belum dapat dilakukan

siapa yang melihat saya